Makalah
ANALISIS
PENGUBAHAN TINGKAH LAKU
O
L
E
H
RAYHAN
ABUDI
111 410
142
KELAS:
IVc
JURUSAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI GORONTALO
2012
PEMBAHASAN
MATERI
1.
Definisi
Aversion Therapy
Aversion
therapy yaitu therapy ini digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk.teknik
ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengganti respon pada
stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Jadi
Aversion
Therapy yaitu Therapy ini menolong menurunkan perilaku yang tidak diinginkan
tapi terus dilakukan.therapy ini memberikan stimulus yang membuat cemas atau
penolakan pada saat tingkah laku maladaptive yang dilakukan klien.teknik ini diterapkan untuk mengatasi gangguan perilaku.
Tujuan Aversion Therapy
Tujuan Aversion therapy
yaitu membantu klien membuang respon
yang lama yang merusak diri dan memperoleh perilaku baru dan
mempertahankannya.jadi dapat dikatakan teknik ini bertujuan
untuk menghukum perilaku negative untuk
dapat memperkuat
perilaku positif.
Contoh Kasus Aversion therapy
Contoh kasus aversion therapy yaitu
berupa pengkondisian pikiran untuk mengasosiakan stimulus yang tidak
menyenangkan dengan perilaku yang negative.sentrum adalah salah satu contoh
stimulus ini.stimulus yang berupa sensasi yang tidak nyaman ini,diberikan
secara bersamaan dengan perilaku yang ingin dihentikan agar memicu
aversion.ketidak sukaan atau penghindaran diri terhadap perilaku yang tidak
diinginkan.berhenti dari perilaku negative.dalam hal ini pikiran negative
adalah perilaku yang tidak diinginkan yang ingin dihentikan dan stimulus yang
terasa tidak enak adalah
karet gelang yang dijepret ditangan (tidak perlu setrum) kita pakai karet
gelang dipergelangan tangan kita.begitu pikiran negative muncul tarik dan
jepretkan karet gelang itu ditangan kita sambil bilang stop.lalu segera kita
ganti pkiran negative yang ingin kita ubah dan hentikan itu menjadi suatu
pikiran atau perilaku yang positif.rangkain pikiran negative ini akan berhenti
dan tidak akan berlanjut menjadi perilaku yang negative yang bisa kita sesalkan
nantinya.otak kita akan belajar mengasosiakan rasa sakit dipergelangan yang
dijepret dengan pikiran negative ini dan jika dibiasakan otak kita akan
terprogram untuk menghindari pikiran2 negatif.atau dapat diberikan hukuman berupa kejutan listrik atau memberi ramuan
yang membuat orang muntah.secara sederhana anak yang suka marah dihukum dengan
membiarkannya.perilaku maladjustive diberi kejutan listrik,misalnya anak yang
suka berbohong atau sering mencuri.hukuman tersebut dilakukan dengan cara
tangannya diberi kejutan listrik yang akan membuat anak tersebut merasa kapok dan tidak akan
lagi mengulangi perbuatan yang tidak baik tersebut.
Langkah-langkah pelaksanaan teknik Aversion Therapy
Langkah-langkah
dalam pelaksanaan teknik tersebut yaitu antara lain
:
a.
Pendekatan
Pada tahap
ini terapis melakukan rapport kepada klien, dimana tujuannya adalah agar
klien merasa nyaman dan dapat bercerita tentang masalahnya dengan bebas
sehingga terapi dapat berjalan dengan lancar. Terapis dapat memperkenalkan diri
dulu, berbincang-bincang dengan klien mengenai hal-hal yang ringan, lalu bila
klien sudah terlihat lebih nyaman terapis bisa menanyakan maksud dan tujuan
klien datang ke tempat prakteknya.
b.
Menggali Informasi Mengenai Klien
Setelah
terapis mengetahui maksud dan tujuan klien berdasarkan hasil rappot,
terapis bisa menanyakan latar belakang serta masalah yang sedang dialami klien
dengan teknik wawancara dan observasi. Terapis menggunakan kertas dan alat
tulis untuk mencatat hasil observasi klien berdasarkan tingkah laku klien saat
wawancara dan terapis juga menggunakan recorder untuk merekam hasil
wawancara.
c.
Memilih Terapi Yang Tepat
Setelah
klien mengemukakan semua masalah yang dihadapi, terapis dapat memilih terapi
yang tepat untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
klien.Kleptomania diartikan sebagai bentuk gangguan impuls yang tidak dapat
dikendalikan oleh individu untuk memiliki barang-barang yang dilihatnya dengan
cara mencuri. Gangguan ini dilakukan secara berulang dengan berbagai alasan
yang tidak rasional untuk memiliki benda-benda tersebut. Ciri penting dari
kleptomania adalah kegagalan rekuren untuk menahan impuls untuk mencuri
benda-benda yang diperlukan untuk pemakaian pribadi atau yang memiliki arti
ekonomi. Benda-benda yang diambil seringkali dibuang, dikembalikan secara
rahasia, atau disimpan dan disembunyikan. Orang dengan kleptomania biasanya
memiliki uang untuk membayar benda yang mereka curi secara impulsif.Setelah
mengetahui informasi mengenai kleptomania, salah satu terapi yang bias
digunakan adalah Aversion therapy.
d.
Pelaksanaan Terapi
Untuk
menghilangkan kebiasaan klien mengambil barang-barang yang ia sukai tanpa ijin,
terapis memberikan perlakuan aversion therapy dimana jika pelaku
terbukti mengambil barang-barang yang bukan menjadi haknya dan perilaku itu
dilakukan secara berulang-ulang atau sudah menjadi kebiasaannya maka salah satu
alternative yang dapat dilakukan yaitu dengan cara tangannya diberi kejutan
listrik agar anak tersebut tidak lagi mengulangi kebiasaan buruknya itu.
e.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari
pelaksanaan terapi.yaitu dimana konselor melihat kemajuan yang terjadi pada
klien.Evaluasi dapat dilihat berdasarkan hasil yang ditunjukan siswa dengan
perilakunya yang tidak lagi mencuri. melakukan terapi.
2.
Pengertian
Self Modeling
Self modeling merupakan salah satu model
dalam cognitive-behavior therapy Self modeling
meliputi pemantauan diri ( self-monitoring) ,reinforcement yang positif (self-reward), kontrak atau
perjanjian dengan dirisendiri ( self-contracting ), dan penguasaan terhadap
ransangan (stimulus control) (Gunarsa, 1996:225-226). Selanjutnya dinyatakan
bahwa self-instructional merupakan teknik kognitif yang mempunyai peranan
penting atau sebagaipeny okong terhadap self-management “Cognitive theory
suggests that some problems in self-management may be caused by faulty
constructs or other cognitions about the world or people around us, or of
ourselves” (Yates,1985:63). Pengaruh teori kognitif pada masalah-masalah self
modeling disebabkan oleh kesalahan konstruksi-konstruksi atau kognisi-kognisi yang
lain tentang dunia atau orang-orang di sekitar kita atau diri kita sendiri.
Self-instructional atau menginstruksi
diri sendiri pada hakikatnya adalah bentuk restrukturisasi aspek kognitif.
Urgensi dari hal tersebut terungkap bahwapernyataan terhadap diri sendiri sama
pengaruhnya dengan pernyataan yangdibuat orang lain terhadap dirinya
(Meichenbaum; dalam Gunarsa, 1996:228). Hasil suatu penelitian ditunjukkan
bahwa self-instructions dapat meningkatkanprosedur reinforcement (MacPherson,
Candee, & Hohman, 1974; dalam Yates,1985:71) dan pada suatu eksperimen
berhasil meningkatkan kreativitas(Meichenbaum, 1975; dalam Yates,
1985:72).Anggapan dasar
Self
modeling merupakan teknik
kognitif behavioral adalah bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan
positif maupun negatif. Setiap perilaku manusia itu merupakan hasil dari proses
belajar (pengalaman) dalam merespon berbagai stimulus dari lingkungannya. Namun
self modeling juga menolak pandangan behavioral radikal yang mengatakan bahwa manusia
itu sepenuhnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungannya.
Self modeling merupakan serangkaian
teknis untuk mengubahperilaku, pikiran, dan perasaan. Aspek-aspek yang dapat
dikelompokkan ke dalam prosedur self modeling menurut Yates (1985:4) adalah:
1. Management
by antecedent, pengontrolan reaksi
terhadap sebab-sebab atau pikiran dan perasaan yang memunculkan respon.
2. Management
by consequence, pengontrolan reaksi terhadap tujuan perilaku,pikiran, dan
perasaan yang ingin dicapai
3. Cognitive
techniques, pengubahan pikiran, perilaku dan perasaan. Dirumuskandalam cara
mengenal, mengeliminasi dan mengganti apa-apa yang terefleksi pada antecedents,
dan consequence
4. Affective
techniques, pengubahan emosi secara langsung.
Management by antecedent dan
management by consequence disebut juga sebagai bentuk dari teknik intervensi
perilaku, yang merupakan implementasidari teknik kognitif atau afektif. Pada
kenyataannya, keempat aspek itu akansaling berkaitan satu sama lain.
Teknik-teknik afektif merupakan program makrodengan tujuan untuk mengubah emosi
dan sikap. Hal itu melibatkan peran antarasiswa dan konselor. Teknik-teknik
kognitif berguna dalam pengubahan pikirandan pola-polanya. Dikatakan pula
sebagai program meso. Teknik-teknik perilakumerupakan aspek khusus/layanan mikro
yang mengubah perilaku-perilaku tertentudari siswa (Yates, 1985:5).Berdasarkan
uraian di atas, self modeling merupakan seperangkatprinsip atau prosedur yang
meliputi pemantauan diri (self-monitoring), reinforcement yang positif (self-reward), perjanjian dengan
diri sendiri (self-contracting), penguasaan terhadap rangsangan (stimulus
control) dan merupakanketerkaitan antara teknik
cognitive ,behavior , serta affective dengan susunansistematis
berdasarkan kaidah pendekatan cognitive-behavior therapy , digunakanuntuk
meningkatkan keterampilan siswa dalam proses pembelajaran yang diharapkan.
Tujuan Self Modeling
- Memberikan peran yang lebih aktif pada siswa dalam proses konseling.
- Keterampilan siswa dapat bertahan sampai di luar sesi konseling.
- Perubahan yang mantap dan menetap dengan arah prosedur yang tepat.
- Menciptakan keterampilan belajar yang baru sesuai harapan.
- Siswa dapat mempola perilaku, pikiran, dan perasaan yang diinginkan.
6.
Untuk
perolehan tingkah laku sosial yang lebih adaptif.
7.
Agar
konseli bisa belajar sendiri menunjukkan perbuatan yang dikehendaki tanpa harus
belajar lewat trial and error.
8.
Membantu
konseli untuk merespon hal- hal yang baru
9.
Melaksanakan
tekun respon- respon yang semula terhambat/ terhalang
10.
Mengurangi
respon- respon yang tidak layak
Manfaat
Membangkitkan rangsangan emosional.
Orang dapat mempersepsi dan berperilaku berbeda dalam keterangsangan yang
meningkat. Selain itu, symbolic modeling (modeling simbolik) membentuk gambaran
orang tentang realitas social dan dengan cara ia memotret berbagai hubungan
manusia dan kegiatan yang mreka ikuti (Jones;2011;434).
Sedangkan menurut Lutfifauzan dalam
Teknik Konseling (2009) menyebutkan manfaat dari teknik modeling adalah sebagi
berikut:
1.
Memberikan
pengalaman belajar yang bisa dicontoh oleh konseli.
2.
Menghapus
hasil belajar yang tidak adaptif.
3.
Memperoleh
tingkah laku yang lebih efektif.
4.
Mengatasi
gangguan-gangguan keterampilan sosial, gangguan reaksi emosional dan
pengendalian diri.
Prinsip-prinsip
Dalam modeling, menurut Kamalasari( 2011) modeling memiliki
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Belajar
bisa diperoleh melalui pengalaman langsung dan bisa tidak langsung dengan
mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensinya
2.
Kecakapan
social tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku
model yang ada.
3.
Reaksi-reaksi
emosional yang terganggu bisa dihapus dengan mengamati dan mencontoh tingkah
laku model yang ada.
4.
Reaksi-reaksi
emosional yang terganggu bisa dihapus dengan mengamati oran glain yang
mendekati objek atau situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat menakutkan
dengan tindakan yang dilakukannya.
5.
Pengendalian
diri dipelajari melalui pengmaatan atas model yang dikenai hukuman.
6.
Status
kehormatan model sangat berarti
7.
Individu mengamati seseorang model dan dikuatkan
untuk mencontoh tingkah laku model.
8.
Modeling
dapat dilakukan dengan model symbol melalui film dan alat visual lain.
9.
Pada
konseling kelompok terjadi model ganda karena peserta bebas meniru perilaku
pemimpin kelompok atau peserta lain.
10.
Prosedur
modeling dapat menggunakan berbagai teknik dasar modifikasi perilaku.
Jenis-Jenis
Sosial Modeling
Kamalasari dkk (2011) membagi jenis-jenis modeling sebagai
berikut:
1.
Modeling
tingkah laku baru yang dilakukan melalui observasi terhadap model tingkah laku
yang diterima secara social individu memperoleh tingkah laku baru.
2.
Modeling
mengubah tingkah laku lama yaitu dengan meniru tingkah lkau model yang tidak
diterima social akan memperkuat/memperlemah tingkah laku model yang tidak
diterima social akan memperkuat/memperlemah tingkah laku tergantung tingkah
laku model itu diganjar atau dihukum.
3.
Modeling
simbolik yaitu modeling melalui film dan televise menyajikan contoh tingkah
lkau, berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.
4.
Modeling
kondisioning banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional.
Self
Modeling Sebagai Suatu Strategi Konseling
- Self modeling adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya klien mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatuteknik atau kombinasi teknik terapetik (Cormier & Cormier' 1989:519).
- Self-management merupakan suatu strategi yang masih relatif baru dalam duniakonseling: “Self-management is a relative recent strategy in counseling"(Cormier & Cormier,1985:519). Pengelolaan-diri baru muncul pada tahun 1970 dari tradisi konseling behavioral kontemporer setelah kaum behavioralmemperhatikan pentingnya peranan kognisi terhadap terjadinya perubahanperilaku dan memberikan apresisasi terhadap kekuatan self-directed behavior(Shelton,1976:129).Pengembangan dan penggunaan self-management dalam konseling padamulanya dikembangkan oleh Williams dan Long (Corey,1982:143). Beberapapelopor dan penganjur, yang selanjutnya juga menjadi pengembang, strategi
3. self-management adalah Meinchenbaum dengan self-instruction
-nya, Mahoneydan Thorensen dengan self-control -nya, serta Watson dan Tarp
dengan self-directionnya (Mahoney&Arnkoff, 1978; Krumbolt &Saphiro,
1979).Pada awal dikembangkannya
4. self-management
masih belum terdapat istilah yang mantap untuk digunakannya masih belum ada
kesepakatan dari parapelopornya sehingga masih bervariasi istilah yang
digunakan. Sangatbervariasinya istilah yang digunakan itu sempat menimbulkan
kekaburan dankebingungan terminologis. Hanya saja, para pakar konseling itu
sepakat bahwapada intinya menunjuk kepada strategi pengubahan dan pengembangan
perilakuyang sangat menekankan pada kemampuan individu untuk melakukannya
sendiri dengan seminimal mungkin adanya arahan dari konselor.
Tahapan-Tahapan
Menurut Jones (2011;435) menyebutkan tahapan-tahapan dalam
modeling adalah sebagai berikut:
1. Proses atensial : jika orang akan
belajar dari modeling, penting bahwa mereka memperhatikan dan memersepsi secara
akurat perilaku yang ditiru. Salah satu kelompok variable atensional menyangkut
karakteristik stimuli modeling, seperti ketersediaan, kekhasan, atraktivitas personal,
dan nilai fungsional perilaku yang ditiru. Kelompok variable atensional lainnya
ada di seputar karakteristik si pengamat, seperti kapasitas sensorik,
tingkat rangsangan, kebiasaan perceptual, dan reinforcement sebelumnya.
2. Proses retensi : agar afektif,
modeling harus di ingat. Proses ini melibatkan penyimpanan informasiimaginal
atau, yang lebih sering, pengodean kejadian yang ditiru menjadi symbol verbal
yang mudah digunakan. Materi yang bermakna bagi si pengamat dan berdasarkan
pengalaman sebelumnya akan lebih diingat. Alat bantu retensi lainnya termasuk
latihan imaginal perilaku yang ditiru atau benar-benar melaksanakannya.
Keterampilam dam struktur kognitif pengamat dapat memperkuat retensi. Motivasi
untuk belajar juga berperan dalam retensi, meskipun insentif lebih bersifata
fasilitatif dari pada sebagai sesuatu yang memang diperlukan.
3. Proses produksi : pada tahap
tertentu, representasi simbolik perilaku yang ditiru mungkin akan perlu
diterjemahkan menjadi tindakan efektif. Pengamat membutuhkan representative
kognitif yang akurat dari perilaku yang ditiru untuk membandingkan umpan balik
sensorik dari tindakannya. Modeling korektif adalah salah satu cara yang
efektif untuk memberikan umpan balik ketika pengamat yang mempengaruhi
reproduksi perilaku termasuk kapasitas fisiknya, terlepas dari apakah repertoar
respons mereka sudah termasuk respons-respons komponen yang diperlukan, dan
kemampuannya untuk melakukan penyesuaian korektif ketiak mengujicobakan
perilaku baru itu.
4. Proses motivasional : perbedaan
antar belajar dan kinerja ditunjukan oleh fakta bahwa orang itu termotivasi
atau tidak untuk melaksanakan semua hal yang dipelajarinya. Pengamat lebih
mungkin mengadopsi perilaku yang ditiru jika perilaku itu (a) membawa reward
eksternal ; (b) dinilai positif secar internal (c) telah dilihatnya membawa
reward bagi modelnya. Antisipasi hasil positif dan negative mempengaruhi
aspek-aspek manakah dari perilaku itu yang ditiru, yang diobseervasi/diamati,
atau diabakan.
Sedangkan menurut Komalasari dkk (2011) menyebutkan bahwa
proses modeling yaitu:
1. Perhatian, harus focus pada model.
Proses ini dipengaruh asosiasi pengamat dengan model, sifat model atraktif,
arti penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.
2. Representasi, yaitu tingkah laku
yang akan ditiru harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik bentuk verbal
maupun gambar dan imajinasi. Verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara
verbal tingkah laku yang diamati, mana yang dibuang dan mana yang dicoba untuk
dilakukan. Imajinassi memungkinkan dilakukan latihan simbolik dalam pikiran.
3. Peniruan tingkah laku model, yaitu
bagaimana melakukannya? Apa yang harus dikerjakan? Apakah sudah benar? Hasil
lebih pada pencapaian tujuan belajar dan efikasi belajar
4. Motivasi dan penguatan. Motivasi
tinggi untuk melakukan tingkah lkau model membuat belajar menjadi efektif.
Imitasi lebihkuat pada tingkah laku yang diberi penguatan dari pada dihukum.
3.
CONFRONTATION
a.
Pengertian Konfrontasi
Menurut David Geldard (2011: 202)
konfrontasi adalah menyadarkan klien dengan memberinya informasi yang mungkin
tidak menyenagkan bagi klien atau mungkin diabaikan atau luput dari perhatian
klien. Jadi konfrontasi merupakan salah satu cara pengubahan tingkah laku yang
bermasalah dengan memperhatikan kondisi klien secara psikis dan fisik yang
tidak disadari oleh klien mengarah pada penyadaran klien itu sendiri.
Konfrontasi berfungsi untuk menumbuhkan
kesadaran klien dengan memberikan informasi yang mungkin terlewatkan atau tidak
teridentifikasi olehnya, (David Geldard 2011:195). Penggunaan yang benar dari
keterampilan ini meliputi membangkitkan kesadaran klien terhadap hal-hal yang
mungkin dianggapnya tidak menyenangkan dan mungkin ingin dihindarinya atau
mungkin luput dari perhatiannya, dengan cara yang dapat diterimah.
b.
Kapan Konfrontasi Dilakukan
Ada beberapa situasi dimana pengunaan
konfrontasi sesuai. Konfrontasi dapat digunakan diantaranya ketikan:
1.
Klien
menghindari problem utama yang tampak menyusahkan
2.
Klien tidak bisa
menyadari prilakunya yang merugikan dirinya sendiri
3.
Klien tidak bisa
melihat konsekuensi-konsekuensi serius yang mungkin yang diakibatkan oleh
prilakunya
4.
Klien membuat
pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan
5.
Klien secara berlebihan dan tidak pada
tempatnya membatasi dirinya dengan hanya membicarakan masa depan dan masa lalu,
dan tidak fokus masa kini.
6.
Klien berbicara
berputar-putar dengan menceritakan hal yang sama berulang-ulang
7.
Perilaku
nonverbal klien tidak sesuai dengan perilaku verbalnya
8.
Perhatian perlu
diberikan pada apa yang terjadi dalam hubungan antara klien dan konselor,
misalnya ketika terjadi ketergantungan atau ketika klien menarik dari atau
menunujukan kemarahan atau bentuk-bentuk emosi lainnya terhadap konselor.
Dalam situasi-situasi seperti diatas,
konselor boleh memilih untuk mengonfrontasi klien dengan cara mengungkanpkan
apa yang dirasakan, diihat, atau diamati oleh konselor. Konforntasi yang baik
biasanya mencakup:
1.
Sebuah refleksi
atau rangkuman singkat tentang apa yang telah dibicarakan oleh klien sehingga
klien merasa didengar dan dipahami
2.
Sebuah pernyatan
tentang perasaan-perasaan konselor pada saat itu
3.
Sebuah
pernyataan kongkrit tentang apa yang telah dilihat atau diamati oleh konselor,
yang diberikan tanpa interpretasi.
Di samping elemen-elemen diatas,
konfrontasi yang baik disajikan sedemikan rupa sehingga kilen merasa baik-baik
saja, bukan merasa diserang atau dilemahkan.
c.
Contoh-Contoh penggunaan Konfrontasi
Contoh 1
Klien berkata, “saya merasa sangat bahagia dengan
pernikahan saya,” dengan nada suara yang sangat sedih dan ia duduk dengan
lunglai dikursinya sementara ia berbicara.
Konfrontasi Konselor: saya melihat bahwa suara anda terdengar sangat datar
dan anda duduk lunglai di kursi ketika berkata bahagia dengan perkawinan anda.
Di sini konselor melukukan konfrontasi dengan
merefleksikan pada klien tentang apa yang telah diamatinya tanpa membuat
interpretasi terhadap observasinya. Maka, klien dapat bebas membuat
interpretasinya sendiri dari umpan balik yang diberikan konselor padanya.
Kesimpulannya, konfrontasi dapat meningkatkan
kesadaran klien dengan memberi klien
informasi tentang hal yang mungkin belum disadari sebelumnya. Konfrontasi
paling baik dilakukan dengan penuh perhatian, seperlunya, dan dengan terampil.
Contoh 2
Klien datang menemui konselor kerana menghadapi krisis
dalam hubungan dengan sahabatnya yang telah terjalin lama. Konselor membatunya
menlaah peristiwa-peristiwa dimasa lalu agak beberapa lama karena kehendak
klien. Konselor kemudian merasa bahwa tidak ada lagi yang bisa dicapai dengan
terus-menerus menfokuskan diri pada cerita masa lalu. Namun, meskipun klien
tadinya mengatakan bahwa ia ingin berbicara tentang problem yang dihadapinya,
ia tetap saja bercerita tentang peristiwa-peristiwa yang telah lewat.
Konfrontasi Konselor: Saya bingung. Saya mendapat kesan bahwa anda ingin
menyelesaikan krisis yang saat ini sedang anda hadapi, tetapi anda terus
berbicara tentang kejadian-kejadian dimasa lalu. Sayangnya, masa lalu tidak
pernah berubah; yang anda dapat ubah adalah apa yang sedang terjadi saat ini.
Respons diatas diawali dengan pernyataan tentang
perasaan konselor “saya bingung”, diikuti dengan refleksi tentang keinginan
klien untuk berbicara tentang persoalan yang sedang dihadapi, lalu ditunjukan
dengan pernyataan kongkret tentang apa yang telah diamati oleh konselor;
sayangnya, masa lalu masa lalu tidak dapat diubah; yang dapat anda ubah adalah
apa yang sedang terjadi saat ini.’
Ingat bahwa klien boleh membicarakan tentang
kejadian-kejadian di masa lalu dengan cara yang kontruktif, yaitu jika
kejadian-kejadian tersebut sangat berpengaruh terhadap pikiran-pikiran dan
perasaan dimasa kini. Tetapi, konfrontasi yang disampaikan di atas akan perlu
dilalakukan ketika klien memanfaatkan cerita-cerita masa lalu secara berlebihan
dan tidak pada tempatnya untuk menghindari berurusan dengan persoalan-persoalan
yang sedang dihadapinya dimasa yang akan datang.
4.
BEHAVIOR CONTRAC
1.
Pengertian Kontrak Perilaku
Kontrak perilaku
(behavior contracts) adalah perjanjian dua orang ataupun lebih untuk
berperilaku dengan cara tertentu dan untuk menerima hadiah bagi perilaku itu.
Pembuatan kontrak adalah mengatur kondisi sehingga konseli menampilkan tingakah
laku yang di inginkan berdasarkan kontrak antara konseli dan konselor.
Menurut
latipun (2008), Kontrak Perilaku adalah persetujuan antara dua orang
atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien.
Konselor dapat memilih perilaku yang realistik dan dapat diterima oleh kedua
belah pihak. Setelah perilaku dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, ganjaran
dapat diberikan kepada klien. Dalam terapi ini ganjaran positif terhadap
perilaku yang dibentuk lebih dipentingkan daripada pemberian hukuman jika
kontrak perilaku tidak berhasil.
Menurut Lutfi Fauzan ada
empat asumsi dasar bagi pemberdayaan kontrak untuk pengembangan pribadi:
a.
Menerima reinforcement adalah hal istimewa
dalam bubungan interpersonal, dalam arti, seseorang mendapat kenikmatan atas
persetujuan orang lain.
b.
Perjanjian bubungan interpersonal yang
efektif diatur oleh norma saling membalas. Ini berarti setiap orang mempunyai
hak dan kewajiban untuk membalas hadiah.
c.
Nilai pertukaran interpersonal merupakan
fungsi langsung dari kecepatan, rentangan, dan besaran reinforcement positif
yang diperantarai oleh pertukaran itu. Memaksimalkan pemberian reinforcement
positif memungkinkan untuk memperoleh reinforcement yang lebih besar.
d.
Aturan-aturan tetap memberikan kebebasan
dalam pertukaran interpersonal. Meskipun aturan (dalam kontrak) membatasi
perilaku, tetapi tetap memberikan kebebasan pada individu untuk mengambil
keuntungan.
Menurut latipun (2008), Kontrak
Perilaku didasarkan pandangan bahwa membantu klien untuk membentuk perilaku
tertentu yang diinginkan dan memperoleh ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak
yang disepakati. Dalam hal ini individu mengantisipasi perubahan perilaku
mereka atas dasar persetujuan bahwa beberapa konsekuensi akan muncul.
·
Tujuan Kontrak Perilaku
Tujuan dari teknik kontrak perilaku
diantaranya:
a)
Melatih individu untuk mengubah tingkah lakunya yang maladaptif
menjadi adaptif.
b)
Melatih kemandirian berperilaku individu.
c)
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan behavioral
individu sehingga mampu berperilaku secara tepat.
·
Prinsip Kontrak Perilaku
Menurut Gantina (2011), prinsip
dasar kontrak perilaku adalah sebagai berikut:
ü Kontrak
disertai dengan penguatan.
ü Reinforcement
diberikan dengan segera.
ü Kontrak
harus dinegosiasikan dengan terbuka, bebas, dan disepakati antara konseli
dengan konselor.
ü Kontrak
harus fair.
ü Kontrak
harus jelas (target tingkah laku, frekuensi, lamanya kontrak).
ü Kontrak
dilaksanakan secara terintegrasi dengan program sekolah.
·
Manfaat Kontrak Perilaku
Manfaat dari teknk kontrak perilaku
ini diantaranya:
·
Membantu individu untuk meningkatkan perilaku yang
adaptif dan menekan perilaku yang maladaptif.
·
Membantu individu meningkatkan kedisiplinan dalam
berperilaku.
·
Memberi pengetahuan kepada individu tentang pengubahan
perilaku dirinya sendiri.
·
Meningkatkan kepercayaan diri individu.
·
Unsur-unsur
Adapun unsur-unsur kontingensi
kontrak perilaku bagi diri yang baik adalah:
a.
Kontrak harus merinci hak istimewa (privileges) yang
dapat diharapkan untuk diperoleh diri guna memenuhi tanggung jawabnya.
b.
Tanggung jawab yang dirinci dalam bentuk kontrak
mungkin masih memerlukan pemantauan oarang yang Anda percaya, misalnya: teman,
orang yang Anda hormati ataupun orang yang Anda percaya mau peduli bagi
kemaslahatan Anda. Tujuannya sebagai penimbang untuk menentukan kapan
tanggungjawab itu Anda dipenuhi dan apakah hadiah dapat diberikan.
c.
Sistem sanksi bila gagal memenuhi tanggung jawab. Ini
merupakan unsur kontrak untuk memperkuat komitmen Anda dalam memenuhi kontrak.
d.
Kontrak memberikan ketentuan bonus yang menjamin
reinforcement positif. Untuk mengimbangi ketentuan sanksi, misalnya bonus
memperoleh hak istimewa yang luar biasa dijadikan kontingensi untuk mau
menerima tanggung jawab yang lebih lama periodenya.
e.
Ada kesempatan untuk menanggapi kekurangan kontrak
ataupun membatalkan kontrak.
·
Syarat-syarat Kontrak Perilaku
Pada aplikasinya dalam dunia
helping, syarat-syarat dalam memantapkan kontrak perilaku adalah:
v Adanya
batasan yang cermat mengenai masalah klien.
v Situasi
dimana masalah itu muncul.
v Kesediaan klien
untuk mencoba suatu prosedur.
v Tugas yang
harus dilakukan perlu dirinci.
v Kriteria
sukses disebutkan serta reinforcement-nya ditentukan.
Kalau semua itu ada, kontrak akan
dapat dimantapkan melalui reinforcement yang cukup dekat dengan tugas dan
kriterium yang diharapkan.
·
Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam merumuskan sebuah kontrak perilaku diantaranya sebagai berikut:
1)
Nyatakan kontrak dalam kalimat positif.
2)
Atur tugas dan kriteria yang mungkin dicapai (achievable).
3)
Berikan reinforcement secepat mungkin.
4)
Gunakan serial kontrak.
·
Kelebihan dan Kekurangan Kontrak Perilaku
1)
Kelebihan
ü pelaksanaannya yang cukup sederhana.
ü penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan yang lain.
ü Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung melalui
perasaan dan sikapnya.
ü Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dilaksanakan
dalam kelompok.
a)
Kelemahan,
pelatihan asertif ini akan tampak pada:
· Hambatan
Mental Individu:
Ø Perasaan segan
konseli
Ø Perasaan
takut menyakiti
Ø Perasaan
berdosa setiap kali tidak meng-YA-kan orang lain
Ø Merasa tidak
terpuji ketika mengatakan TIDAK kepada orang lain
Ø Takut jika
akhirnya dirinya tidak lagi disukai atau diterima
·
Hambatan Budaya. Budaya timur yang menganut
nilai tenggang rasa dan “tepo seliro”.
2) Kekurangan
a)
Meskipun
sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga tergantung dari
kemampuan individu itu sendiri.
b)
Bagi konselor
yang kurang dapat memberikan reinforcement dengan baik dan hati-hati,
pelatihan ini kurang berjalan dengan baik.
·
Tahap-tahap atau Langkah-langkah Kontrak Perilaku
Menurut Gantina (2011),
langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan kontrak perilaku adalah:
Ø Pilih
tingkah laku yang akan diubah dengan menggunakan analisis ABC.
Ø Tentukan
data awal (baseline data) yaitu tingkah laku yang akan diubah.
Ø Tentukan
jenis penguatan yang akan diterapkan.
Ø Berikan
reinforcement setiap kali tingkah laku yang diinginkan ditampilkan sesuai
dengan jadwal kontrak.
Ø Berikan penguatan
setiap saat tingkah laku yang ditampilkan menetap.
5. ASSERTIVE TRAINING
Defenisi Assertive Training
Bloom (1975), menyatakan bahawa yang dimaksud
asertif adalah usaha individu untuk berkomunikasi secara langsung dan jujur,
dan menentukan pilihan tanpa merugikan atau dirugikan oleh orang lain. Tingkah
laku asertif ini biasanya bersifat jujur, secara langsung, dan meningkatkan
harga diri.
Pengertian ini sama dengan pendapat yang dinyatakan
oleh Winship (dalam Solomon & Rothblum, 1985), yang menggambarkan tingkah
laku asertif sebagai menzahirkan diri secara jujur namun tanpa melanggar hak
orang lain atau seperti yang dikemukakan Elliot dan Gramling (dalam Tomaka,
1999), bahawa individu yang asertif akan dapat menstruktur komunikasi pada
fikiran dan perasaan secara efektif namun dengan tetap menghargai fikiran dan
perasaan orang lain. Cawood (1987), menyatakan bahawa asertif menggambarkan
adanya pengekspresian fikiran, perasaan, keperluan atau hak-hak yang dimiliki seseorang
yang bersifat langsung, jujur dan sesuai, tanpa adanya keperluan yang tidak
berasas, namun juga disertai adanya kemampuan untuk dapat menerima perasaan
atau pendapat orang lain dan dengan tidak mengingkari hak-hak mereka
dalam meluahkan fikiran dan perasaannya.
Jadi dapat disimpulkan berdasarkan uarian para ahli
diatas, bahwa tingkah laku asertif adalah satu bentuk tingkah laku yang wajar
dipraktikkan oleh segenap lapisan pelajar sekolah menengah bagi menunjukkan
kesungguhan dan ketegasan diri dalam mengejar cita-cita mencapai kecemerlangan
pelajaran.
Nilai pembangunan kemanusiaan kurang diberi
penekanan sehingga apabila para pelajar keluar dari alam persekolahan dan mula
memasuki industri pekerjaan mereka menjadi seorang pekerja yang kaku, kurang
keyakinan diri dan kurang daya saing. Ini adalah sebilangan kecil impak kurang
baik yang harus diterima kesan pembangunan nilai kemanusiaan yang kurang
seimbang.
Asertif
juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan diri dengan tulus,
jujur, jelas, tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adanya, dan tepat tentang
keinginan, pikiran, perasaan dan emosi yang dialami, apakah hal tersebut yang
dianggap menyenangkan ataupun mengganggu sesuai dengan hak-hak yang dimiliki
dirinya tanpa merugikan, melukai, menyinggung, atau mengancam hak-hak,
kenyamanan, dan integritas perasaan orang lain. Perilaku asertif tidak
dilatarbelakangi maksud-maksus tertentu, seperti untuk memanipulasi,
memanfaatkan, memperdaya atau pun mencari keuntungan dari pihak lain.
Inti
dari perilaku asertif adalah kejujuran, yaitu cara hidup atau bentuk komunikasi
yang berl skan kepada kejujuran dari hati yang paling dalam sebagai bentuk
penghargaan pada orang lain, dalam cara-cara yang positif dan menetap, yang
dicirikan dengan kemampuan untuk mengekspresikan diri tanpa menghina, melukai,
mencerca, menyingung, atau menyakiti perasaan orang lain, mampu mengntrol
perasaan diri sendiri tanpa rasa takut dan marah.
Assertive
Training, yaitu latihan ketegasan, dengan menggunakan teknik latihan
permainan peran. Proses shaping terjadi apabila tingkah laku baru mendekati
tingkah laku yang diinginkan.
Dalam
kehidupan atau komunikasi sehari-hari, orang yang asertif akan lebih memilih
pola interaksi “I’m okay, you’re okay” atau menggunakan pernyataan-pernyataan
yang lebih mencermintan tangungjawab pribadi, seperti penggunaan kata-kata
”saya” dari pada ” ” atau ”kamu”. Misalnya, ”saya sedih, marah, dan malu ketika
saya tahu ...” dari pada ”kamu pembohong, tidak disiplin, dan tidak dapat
dipercaya karena ....”. Dengan demikian, orang yang asertif akan memiliki
kebebasan untuk meluapkan perasaan apa pun yang dirasakan, dan berani mengambil
tanggung jawab terhadap perasaan yang dialaminya dan menerima orang lain secara
terbuka. Memiliki keberanian untuk tidak membiarkan orang lain mengambil
manfaat dari perasaan yang dialaminya, tetapi orang lain pun memiliki kebebasan
untuk mengungkap apa yang dirasakannya.
·
Perbandingan
Assertive Pasif Dan Onn Assertive Pasif
Pemahaman
perilaku asertif dapat dengan mudah dipahami bila dibandingkan dengan perilaku
non asertif, baik yang sifatnya pasif atau agresif. Dalam perilaku pasif,
seseorang tidak tidak memberikan reaksi atau mengekspresikan perasaan negatif
yang dialaminya secara jujur dan terbuka, tetapi dilakukan dengan menyimpan
perasaannya tersebut, menarik diri, menerima, atau menggerutu.
Perilaku
non asertif-pasif hakekatnya adalah bentuk ketidakjujuran emosi, kegagalan diri
atau kekalahan diri yang didasari oleh perasaan-perasaan takut, cemas,
mengindari konflik, keininginan untuk mencari jalan keluar paling mudah, dan
bahkan ketidakmampuan untuk memahami diri dan memenuhi kebutuhan untuk bersikap
sabar.
Pola
komunikasi yang berkembang pada kelompok nonasertif-pasif adalah “I’m not okay,
you’re.Sedangkan pada perilaku nonasertif-agresif,
reaksi yang diberikan diekspresikan keluar dan dilakukan secara terbuka melalui
tindakan aktif berupa pengancaman atau penyerangan, dilakukan secara langsung
atau tidak langsung, baik dalam bentuk fisik atau verbal. Tindakan yang
dilakukan secara langsung, misalnya marah-marah, memukul, menuntut, dominan,
egois, menyerang. Sedangkan tindakan tidak langsung, misalnya dengan menyindir,
menyebar gosip.
Tindakan agresif ini biasanya sengaja dilakukan dengan
maksud untuk melukai, melecehkan, menghina, mempermalukan, menyakiti,
merendahkan dan bahkan menguasai pihak lain. Dalam pola komunikasi mereka
cenderung menggunakan pola “You’re not okay, I’m okay”. Dengan kata lain,
seseorang dikatakan bersikap non-asertif, jika ia gagal mengekspresikan
perasaan, pikiran dan p ngan/keyakinannya secara tulus, jujur, sopan, dan apa
adanya tanpa maksud untuk merendahkan hak-hak atau mengancam integritas
perasaan orang lain, sehingga justru menimbulkan respon dari orang lain yang tidak
dikehendaki atau negatif.
Pada hakekatnya, tindakan asersif yang
merupakan tindakan untuk mempertahankan hak-hak personal yang dimilikinya
adalah upaya untuk mencapai kebebasan emosi, yaitu kemampuan untuk menguasai
diri, bersikap bebas dan menyenangkan, merespon hal–hal yang disukai atau tidak
disukai secara tulus dan wajar, dan mengekspresikan cinta dan kasih sayang pada
orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Apakah seseorang menunjukkan perilaku
asertif atau tidak, akan tampak sekali dalam respon-respon yang diberikan
senbagi bentuk pembelaan diri, ketika seseorang itu diperlakukan tidak adil
oleh orang lain atau lingkungannya.
Faktanya dalam kehidupan sosial sehari-hari,
banyak orang enggan bersikap asertif dan memilih bersikap non asertif, seperti
memendam perasaannya, berpura-pura, menahan perbedaan pendapat atau sebaliknya
dengan bersikap agresif. Keengganan ini umumnya karena dil si oleh rasa takut
dan khawatir mengecewakan orang lain, takut tidak diterima oleh kelompok
sosialnya, takut dianggap tidak sopan, takut melukai perasaan atau menyakiti
hati orang lain, takut dapat memutuskan tali hubungan persaudaraan atau
persahabatan, dsb. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap non-asertif
justru dapat mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan
merasa dimanfaatkan oleh pihak lain, tidak menyelesaikan maslah-masalah
emosional yang dihadapi, mnurunkan harga diri, atau bahkan dapat menjadi “bom
waktu” yang sewaktu-waktu dapat mengancam kelangsungan hubungan pribadi dan
sosial dan kesehatan mental seseorang, yaitu resiko terhadap timbulnya
kecemasan dan stress.
Berdasarkan hal di atas, dapat
ditafsirkan bahwa perilaku asertivitas adalah gaya komunikasi terbuka dan
jujur. Dengan perilaku asertif dapat meningkatkan hubungan positif,
komonunikatif, adaptif, dan proporsional, meningkatkan kesehatan mental diri
sendiri, serta tidak terjerumus dalam hidup yang penuh kepalsuan dan tekanan.
Sedangkan perilaku nonasertif merupakan bentuk komunikasi yang tidak efektif,
yang didalamnya mengandung unsur-unsur ketidak jujuran, pengingkaran, pelarian,
melukai, membahayakan, penyerangan, penolakan, merugikan, manipulasi, atau
menyalahkan.
Faktor-Faktor Seseorang Kesulitan Bertindak
Assertive
Terbentuknya perilaku asertif pada
seseorang umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor yang sifatnya kompleks,
seperti pola asuh dan harapan orang tua, faktor kebudayaan, sosial ekonomi,
status, harga diri, dan cara berpikir yang ditumbuhkan atau yang diperoleh dari
pengalaman-pengalaman hidupnya dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Menurut Lange dan Jakubowski (1976), ada beberapa
alasan mengapa seseorang itu bertingkah laku tidak asertif dan kesulitan untuk
bertindak asertif, antara lain :
a.
Kesalahan dalam membezakan antara tingkah laku asertif dan agresif : Banyak
orang
menganggap
tingkah laku asertif bentuknya seperti agresif. Masa pembelajaran dahulu
mungkin membuat mereka menyamakan bentuk tingkah laku asertif atau bentuk
mempamerkan kemarahan sebagai bentuk agresif.
b.
Kesalahan dalam menganggap tingkah laku non asertif sebagai suatu kesopanan : Banyak
individu memiliki konsep yang salah bahawa tingkah laku tidak asertif
menunjukkan suatu kesopanan dan keperihatinan. Kita diajarkan bahawa tidak
sopan untuk mengakhiri suatu perbualan, untuk tidak sehaluan pendapat dengan
seseorang yang lebih tua atau status lebih tinggi, memberikan respon atau
kritikan bahkan pujian kepada orang lain, dan sebagainya.
c.
Kegagalan untuk menerima hak-hak peribadi : Manusia sering
tidak menerima hak peribadi mereka dengan kata lain, mereka tidak percaya bahawa
mereka mempunyai hak untuk mengekspresikan reaksi (mengemukakan perasaan atau
pendapat), mempertahankan haknya dan mempedulikan emosinya. Individu sering
tidak yakin bahawa mereka berhak untuk mengekspresikan perasaannya seperti-
perasaaan sakit hati, marah, kecewa, bahkan merasa tidak boleh memiliki
perasaan tersebut.
d.
Kecemasan akan bersifat negatif : Individu sering merasa
cemas mengenai apa yang akan terjadi jika dia bertingkah laku asertif.
Ketakutan yang umum adalah bahawa mereka akan kehilangan perhatian atau
sokongan daripada orang lain, orang akan berfikiran bahawa dia bodoh, atau
egois, bahawa dia akan menyakiti hati orang lain atau menghancurkan kehidupan orang
lain, bahawa orang lain akan menjadi marah atau menolak dirinya.
e.
Kesalahan menganggap tingkah laku bukan asertif adalah sebagai usaha untuk
membantu orang lain : Sering muncul keyakinan bahawa
tingkah laku tidak asertif akan membantu orang lain, kerana melibatkan
adanya "penyelamatan". Tindakan "penyelamatan" yang
dimaksud adalah memberikan bantuan kepada orang lain di mana sebenarnya
tidak diperlukan serta dengan mengorbankan kepentingan dirinya.
Perbezaan antara "penyelamatan" yang tidak sihat dengan bantuan
yang tulus adalah pada bantuan yang tulus, tingkah laku penerima bantuan
akan berubah dalam cara yang lebih positif dan tidak memerlukan bantuan
lagi, sedangkan pada "penyelamatan", yang memberi bantuan
sering kali akhirnya berperanan sebagai korban dan kemudian dalam posisi
terseksa atau tertekan.
f.
Tidak memiliki keterampilan untuk bertingkah laku asertif : Di
sini, individu memang tidak mengetahui bagaimana untuk menghadapi orang
lain, mungkin kerana sedikitnya kesempatan menjadikan mereka belum
belajar keterampilan bertingkah laku asertif secara optimal
Tujuan Assertive Training
Cawood (1987) mengemukakan bahawa keterampilan
bertingkah laku asertif akan membantu individu untuk memperoleh tujuan utama
dan memecahkan masalah secara nyata. Keterampilan ini juga akan meminimumkan
sikap defensif dan reaksi agresif yang akan menghambat komunikasi dengan orang
lain.
Tujuan utama latihan asertif adalah
untuk mengatasi kecemasan yang dihadapi oleh seseorang akibat perlakuan yang
dirasakan tidak adil oleh lingkungannya, smeningkatkan kemampuan untuk bersikap
jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan, serta meningkatkan kehidupan
pribadi dan sosial agar lebih efektif.
Secara khusus dinyatakan bahawa hasil positif yang
akan diperoleh dengan bertingkah laku asertif, adalah sebagai berikut:
a.
Kesan yang nyata (real impact).
Individu
benar-benar merasakan menghadapi berbagai masalah dan perlu untuk mengatasi
atau memecahkan masalah secara nyata. Individu menjadi fokus terhadap persoalan
dan proses yang ada saat itu, tidak dihambat oleh ketakutan-ketakutan akan masa
lalu atau yang akan datang.
b.
Meningkatkan kepercayaan diri.
Di
dalam kehidupan, orang sering kali dinilai dari tingkah lakunya. Pilihan
individu untuk asertif akan meningkatkan harga diri dan tingkat kepercayaan
dirinya. Individu menjadi tidak terlalu dipengaruhi oleh persetujuan orang, dan
juga mengurangi rasa tidak aman (insecure). Selain itu, individu akan
menjadi lebih kreatif dan berani untuk mengambil risiko.
c.
Memperkaya hubungan (enriched relationship).
Individu
membangun dasar adanya kepercayaan dan saling menghargai dengan siapa dia
berhubungan.
Kepercayaan adalah bahagian yang mendasari pada individu dalam bekerjasama dengan
orang lain dan dalam kemampuan mengawal konflik. Individu jadi memiliki
keberanian dan kompetensi untuk memulai berbagai aktiviti dan mengatasi
kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Bedell dan Lennox (1997)
menyatakan bahawa kurangnya komunikasi yang asertif akan menghasilkan kesan
negatif dalam hubungan interpersonal, terutama dalam hubungan dekat. Namun
dengan bertingkah laku asertif akan diperoleh dampak yang positif atau
menguntungkan, serta dalam jangka waktu yang panjang. Secara umum, dampak
tersebut muncul dalam bentuk konsekuensi sosial, perasaan dan tingkah laku.
d.
Konsekuensi sosial (social consequences).
Dalam
situasi konflik, bertingkah laku asertif akan menyenangkan orang lain kerana merasa
bahawa keinginan dan perasaannya dianggap penting dan dipertimbangkan. Orang
lain juga cenderung akan menghormati dan menilai individu yang asertif secara
positif. Adanya penghargaan dan empati yang ditunjukkan akan memotivasikan dan
membuat orang lain juga untuk memperlakukan kita dengan cara yang sama. Keadaan
ini diharapkan akan dapat meningkatkan kerjasama dan hubungan yang
menyenangkan.
e.
Konsekuensi perasaan (feeling consequences).
Adanya
harapan untuk kerjasama dari orang lain dan kemampuan untuk memperoleh apa
yang
diharapkan, akan membantu individu memperoleh rasa bahagia. Adanya hubungan
social yang baik juga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap kehidupan
seseorang, untuk menjadikan dirinya sebagai seseorang yang berharga, di mana
hal ini akan menambah rasa bahagia.
f.
Konsekuensi tingkah laku (behavioral consequences).
Oleh
sebab tingkah laku asertif dapat mengembangkan hubungan sosial yang baik, keinginan
dipenuhi dan menimbulkan perasaan bahagia, individu cenderung akan mengulang tingkah
laku asertif ini dan akan mengembangkan sosial secara positif. Dampak positif
ini akan melahirkan kemungkinan pada individu untuk bertingkah laku asertif
pada kemudian hari. Rumusan kajian ini dibahagikan kepada dua bahagian iaitu
rumusan latar belakang responden kajian dan rumusan objektif-objektif khusus
kajian seperti yang telah diterangkan dalam bab satu sebelum ini.
Karakteristik
Orang Yang Asertif Dan Latihan Assertive
Secara umum, orang yang asertif
dicirikan dengan sikapnya yang terbuka, jujur, sportif, adaptif, aktif,
positif, dan penuh penghargaan terhadap diri sendirimaupun orang lain. Beberapa
ciri lain, diantaranya adalah:
·
Mampu mengekspresikan
pikiran, perasaan, dan kebutuhan dirinya, baik secara verbal maupun non verbal
secara bebas, tanpa perasaan takut, cemas, dan khawatir.
·
Mampu menyatakan “tidak”
pada hal-hal yang memang dianggap tidak sesuai dengan kata hati atau nuraninya
·
Mampu menolak permintaan
yang dianggap tidak masuk akal, berbahaya, negatif, tidak diinginkan, atau
dapat merugikan orang
·
Mampu untuk berkomunikasi
secara terbuka, langsung, jujur, terus terang sebagaimana mestinya
·
Mampu menyatakan perasaannya
secara jelas, tegas, jujur, apa adanya, dan sopan.
·
Mampu untuk meminta tolong
pada orang lain pada saat kita memang membutuhkan pertolongan.
·
Mampu mengekspresikan
kemarahan, ketidak setujuan, perbedaan p ngan secara proporsional.
·
Tidak mudah tersingung,
sensitif, dan emosional
·
Terbuka untuk ruang
kritik.
·
Mudah berkomunikasi, hangat,
dan menjalin hubungan sosial dengan baik.
·
Mampu memberikan p ngan
secara terbuka terhadap hal-hal yang tidak sepaham.
·
Mampu meminta bantuan,
pendapat, atau p ngan orang lain ketika sedang menghadapi masalah
Latihan asertif
Latihan asertif (assertive training)
adalah salah satu teknik dalam tritmen ganguan tingkah laku dimana klien
diinstruksikan, diarahkan, dilatih, serta didukung untuk bersikap asertif dalam
menghadapi situasi yang tidak nyaman atau kurang menguntungkan bagi dirinya.
Menurut Goldstein (1986) latihan asertif merupakan rangkuman yang sistematis
dari ketrampilan, peraturan, konsep atau sikap yang dapat mengembangkan dan
melatih kemampuan individu untuk menyampaikan dengan terus terang pikiran,
perasaan, keinginan dan kebutuhannya dengan penuh percaya diri sehingga dapat
berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya. Sedangkan Rees & Graham
(1991) menyatakan bahwa inti dari latihan asertif adalah penanaman kepercayaan
bahwa asertif dapat dilatihkan dan dikembangkan, memilih kata-kata yang tepat
untuk tujuan yang mereka inginkan, saling mendukung, pengulangan perilaku
asertif dalam berbagai situasi, dan umpan balik bagi setiap peserta dari
trainer maupun peserta.
Latihan
ini dapat diberikan kepada klien dengan kriterium masalah (Corey, 2007) sebagai
berikut antara lain :
·
Orang yang tidak dapat menyatakan
kemarahan atau kejengkelannya
·
Orang yang memiliki kesopanan yang berlebihan
dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan daripadanya
·
Orang yang berkesulitan mengatakan
“tidak”
·
Orang yang berkesulitan menyatakan
kecintaan dan respon-respon positif lainnya
·
Orang yang merasa tidak mempunyai hak
untuk menyatakan perasaan dan pikirannya
Sedangkan prosedur umum dalam latihan asertif adalah sebagai
berikut:
·
Identifikasi masalah, yaitu
dengan menganalisis permasalahan klien secara komprehensif yang meliputi
situasi-situasi umum dan khusus di lingkungan yang menimbulkan kecemasan, pola
respon yang ditunjukkan, faktor-faktor yang mempengaruhi, tingkat kecemasan
yang dihadapi, motivasi untuk mengatasi masalahnya, serta sistem dukungan.
·
Pilih salah suatu situasi
yang akan diatasi, dengan memilih terlebih dahulu situasi yang menimbulkan
kesulitan atau kecemasan paling kecil. Selanjutnya, secara bertahap menuju pada
situasi yang lebih berat.
·
Analisis situasi, yaitu
dengan menunjukkan kepada klien bahwa terdapat banyak alternatif yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalahnya tersebut. Identifikasi alternatif
penyelesaian masalah.
·
Menetapkan alternatif
penyelesaian masalah. Bersama-sama klien berusaha untuk memilih dan menentukan
pilihan tindakan yang dianggap paling sesuai, mungkin, cocok, layak dengan
keinginan dan kemampuan klien serta memiliki kemungkinan pleuang berhasil
paling besar.
·
Mencobakan alternatif yang
dipilih. Dengan bimbingan, secara bertahap klien diajarkan untuk
mengimplementasikan pilihan tindakan yang telah dipilih.
·
Dalam proses latihan,
hendaknya diperhatikan hal-hal yang terkait dengan kontak mata, postur tubuh,
gerak isyarat, ekspresi wajah, suara, pilihan kalimat, tingkat kecemasan yang
terjadi, serta kesungguhan dan motivasinya.
·
Diskusikan hasil, hambatan
dan kemajuan-kemajuan yang terjadi, serta tindak lanjutnya.
·
Klien diberi tugas untuk
mencoba melakukan hal-hal yang sudah dibicarakan secara langsung dalam situasi
yang nyata.
·
Evaluasi hasil dan tindak
lanjut.
Dalam latihan asertif, perilaku
berbahasa yang terkait dengan intonasi, kesantunan, cara mengungkapkan,
pemilihan kalimat, dan ketrampilan-ketrampilan pragmatis lainnya sangat
penting, sehingga harus diperhatikan dan dilatihkan. Misalnya, dengan
mengucapkan dengan lembut kata ”maaf” terlebih dahulu sebelum merespon atau
menyatakan perasaan yang sebenarnya, menyatakan alasan yang sebenarnya
berdasarkan pada fakta yang dilihat, didengar, dipikir, dan dirasakannya, bukan
berdasar kepada sifat-sifat pribadi, serta dalam memberi masukan sebagai
alternatif yang lebih baik. Sedangkan secara teknis, pelatihan asertif
disamping dapat dilakukan secara langsung, dapat pula dilakukan melalui teknik
modeling ataupun bermain peran.
Dalam kaitan dengan latihan asertif,
terutama self asertive training, Jacinta Rini (2001) mengajukan beberapa tips
untuk mampu mengatakan “tidak” terhadap permintaan yang tidak diinginkan,
yaitu:
·
Tentukan sikap yang pasti,
apakah ingin menyetujui atau tidak. Jika belum yakin dengan pilihan, maka bisa
minta kesempatan berpikir sampai mendapatkan kepastian. Jika sudah merasa yakin
dan pasti akan pilihan sendiri, maka akan lebih mudah menyatakannya dan juga
merasa lebih percaya diri.
·
Jika belum jelas dengan apa
yang dimintakan, bertanyalah untuk mendapatkan kejelasan atau klarifikasi.
·
Berikan penjelasan atas
penolakan secara singkat, jelas, dan logis. Penjelasan yang panjang lebar hanya
akan mengundang argumentasi pihak lain.
·
Gunakan kata-kata yang
tegas, seperti secara langsung mengatakan “tidak” untuk penolakan, dari pada
“sepertinya saya kurang setuju.. sepertinya saya kurang sependapat...saya
kurang bisa.....”
·
Pastikan bahwa sikap tubuh
juga mengekspresikan atau mencerminkan “bahasa” yang sama dengan pikiran dan
verbalisasi. Seringkali orang tanpa sadar menolak permintaan orang lain namun
dengan sikap yang bertolak belakang, seperti tertawa-tawa dan tersenyum.
·
Gunakan kata-kata “Saya
tidak akan....” atau “Saya sudah memutuskan untuk.....” dari pada “Saya
sulit....”. Karena kata-kata “saya sudah memutuskan untuk....” lebih
menunjukkan sikap tegas atas sikap yang tunjukkan.
·
Jika berhadapan dengan
seseorang yang terus menerus mendesak padahal juga sudah berulang kali menolak,
maka alternatif sikap atau tindakan yang dapat lakukan : mendiamkan,
mengalihkan pembicaraan, atau bahkan menghentikan percakapan.
·
Tidak perlu meminta maaf atas
penolakan yang disampaikan (karena berpikir hal itu akan menyakiti atau tidak
mengenakkan buat orang lain). Sebenarnya, akan lebih baik katakan dengan penuh
empati seperti : “saya mengerti bahwa berita ini tidak menyenangkan
bagimu.....tapi secara terus terang saya sudah memutuskan untuk ...”
·
Janganlah mudah merasa
bersalah, karena seseorang tidak bertanggung jawab atas kehidupan orang
lain...atau atas kebahagiaan orang lain.
·
Bila perlu lakukan negoisasi
dengan pihak lain agar kedua belah pihak mendapatkan jalan tengahnya, tanpa
harus mengorbankan perasaan, keinginan dan kepentingan masing-masing.
6. FADING
Pengertian
Fading
Adalah perubahan secara gradual pada successive
trials dari stimulus yang mengontrol respon, sehingga respon yang
dihasilkan sedikit demi sedikit akan berubah seiring dengan semakin lengkapnya
stimulus.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi
Keefektivitasan Fading :
·
Memilih stimulus akhir yang diinginkan
Sangat
penting memilih stimulus akhir yang tepat untuk dapat menghasilkan perilaku
(respon) akhir yang diinginkan.
·
Memililh stimulus awal
Pada
permulaan fading, sangat penting menentukan stimulus awal yang mungkin
memunculkan perilaku yang diinginkan.
Prompt
adalah stimulus yang diperkenalkan utuk mengontrol perilaku yang diinginkan
selama masa awal program belajar dankemudian dihilangkan setelah perilaku yang
diinginkan diperkuat.
Prompt dibedakan
menjadi :
a. Physical Prompt
Misal
: orang tua memegangi anaknya ketika belajar berjalan.
b. Gestural Prompt
Misal
: trainer menujukkan materi pada peserta dengan menggunakan pointer
c. Modeling Prompt
Misal
: pelatih renang menunjukkan gerakan tangan dalam gaya bebas.
d. Verbal Prompt
Misal : pelatih mengendarai
mobil mengatakan pada siswa “hati – hati, jangan terlalu cepat”
e. Environmental Prompt
Misal
: orang yang ingin mengurangi berat badan menempel fotonya yang gemuk di depan
pintu kulkas.
Selain
itu, Prompt juga dibedakan menjadi :
1. extra stimulus prompt
sesuatu
yang ditambahkan pada lingkungan untuk membentuk respon yang diinginkan.
2. within stimulus prompt
perubahan
karakteristik dari stimulus untuk membuatnya lebih mudah
diperhatikan/dibedakan.
·
Memillih tahapan fading
Jika
respon dapat terjadi dengan prompt yang
diberikan,maka prompt dapat secara
berthap dihilangkan. Jangan terlalu cepat dan jangan terlalu lambat, tetapi
harus disesuaikan dengan perkembangan subjek.
·
Memilih reinforcer yang sesuai
Pemilihan
reinforcer yang tidak sesuai bisa menyebabkan perilaku yang dihasilkan sebagai
respon tidak terkuatkan.
·
Menerapkan rencana pada efek program
Untuk
memperkecil terbentuknya efek negatif dan memperbesar efek positif sebagai
hasil program fading yang dilakukan.
Contoh Penerapan Fading
1. Belajar
mengendarai sepeda
2. Menuntun
anak belajar menggambar lingkaran, segitiga, menulis angka dan huruf
3.
Mengajarkan
kemampuan verbal pada anak autis
4.
Memunculkan
perilaku tidak merokok
7.
TOKEN
EKONOMI
Definisi Token Ekonomi
Token ekonomi adalah sebuah program dimana sekelompok
individu bisa mendapatkan token untuk beberapa perilaku yang diharapkan muncul,
dan token yang dihasilkan bisa ditukar dengan back up reinforcer. Token ekonomi dibuat berdasarkan prinsip conditioning reinforcement. Conditioning reinforcement adalah
stimulus yang tidak secara langsung menguatkan perilaku, namun stimulus
tersebut bisa menjadi penguat jika dipasangkan dengan reinforcer lain. Tujuan dari token ekonomi adalah untuk
menguatkan perilaku yang diinginkan terhadap klien. Hal itu digunakan sebagai
program untuk mengurangi perilaku mereka yang tidak menyenangkan melalui sebuah
struktur lingkungan treatment pada
setting yang mendidik. Setiap
poin diterima oleh klien untuk perilaku yang diinginkan dengan token. Token
diberikan segera setelah perilaku yang diinginkan dan kemudian dipertukarkan
dengan reinforcer cadangan. Karena token dipasangkan dengan reinforcer lainnya, ini akan menjadi
sebuah pengkondisian reinforcer
yang dapat memperkuat perilaku yang diinginkan. Reinforcer cadangan dapat diperoleh hanya dengan membayar dengan
token. Dan token hanya dapat diperoleh melalui kemunculan perilaku yang
diinginkan. Reinforcer cadangan
dipilih karena mereka mengetahui kekuatan reinforcer untuk klien dalam lingkungan treatment. Oleh karena
itu, klien dimotivasi untuk memunculkan perilaku yang diinginkan dan
menghindari perilaku yang tidak diinginkan.
Berikut
ini adalah komponen dasar token ekonomi:
1. Penguatan target perilaku yang
diinginkan jelas dan nyata
Individu yang mengambil bagian di suatu Token Economies perlu untuk
mengetahui persisnya apa yang mereka harus lakukan supaya menerima token
Perilaku yang tidak diinginkan dan yang diinginkan dijelaskan sebelum waktu
yang ditetapkan di dalam terminologi yang sederhana dan spesifik. Banyaknya
token diberikan atau yang diambil untuk masing-masing perilaku tertentu juga
ditetapkan dan dijelaskan sebelumnya.
2. Token yang digunakan sebagai reinforcer yang dikondisikan
Semua hal yang dapat dihitung dan kelihatan dapat digunakan
sebagai suatu token. Token diutamakan yang disukai, menarik, mudah untuk
dibawa/dibagikan, dan juga sulit untuk dipalsu. Biasanya menggunakan materi
termasuk chip poker,
stiker-stiker, objek jumlah, kelereng atau uang permainan.
3. Reinforcer cadangan yang akan
ditukarkan dengan token-token
Motivasi penguat adalah object yang penuh arti,
kehormatan-kehormatan, atau individu menerima aktivitas sebagai pertukaran
dengan token yang mereka peroleh. Token dapat berupa mainan-mainan, waktu
tambahan, atau tamasya/aktivitas diluar. kesuksesan dari suatu token ekonomi
bergantung pada pesona (tawaran menarik/kenikmatan) dari motif-motif penguat.
Mendefinisikan
Target Perilaku
Langkah pertama dalam merencanakan token ekonomi adalah
dengan mengidentifikasi dan mendefinisikan perilaku yang ingin diperkuat dan
yang akan diberi penguatan (reinforcement) dalam program ini. Dalam kasus
Sammy, target perilaku adalah perilaku prososial yang dibutuhkan remaja agar
berfungsi secara efektiv dengan keluarga dan rekannya; mereka bertanggung jawab
menunjukkan perilaku yang hidup dalam aturan norma masyarakat. Target perilaku
dalam token ekonomi sangat bervariasi, tergantung pada individu yang akan
ditretment serta lingkungan treatment alami Individu. Target perilaku
kemungkinan termasuk dalam keterampilan akademis dalam setting pendidikan,
keterampilan vocational
(kejuruan) dalam setting kerja, keterampilan self-help dalam setting
rehabilitasi, serta keterampilan sosial dalam setting kehidupan sehari-hari
dirumah. Kriteria utama untuk memilih perilaku sasaran adalah bahwa mereka
secara sosial yang signifikan atau bermakna bagi orang-orang yang terlibat
dalam program.
Jika salah satu target perilaku telah teridentifiasi, hal
ini kemudian penting untuk didefinisikan secara hati-hati. Definisi perilaku
yang objektif dari target perilaku dipakai untuk memastikan bahwa klien
mengetahui perilaku-perilaku yang diharapkan darinya. Definisi perilaku dari
target perilaku sangat penting, sehingga dapat menekan perubahan perilaku dan
mengimplementasikan penguatan token secara terpercaya.
Mengidentifikasi
Item-Item Yang Digunakan Sebagai Token.
Token haruslah sesuatu yang nyata bahwa agen perubahan dapat
memberikan segera setelah setiap contoh perilaku terjadi. Token haruslah
sesuatu yang praktis dan nyaman untuk dibawa sehingga dapat langsung-dibagikan
dalam lingkungan perawatan ketika perilaku terjadi. Mereka harus menjadi sebuah
bentuk dimana klien dapat mengakumulasikan dan pada jumlah terbanyak
menukarkannya. Dalam beberapa kasus, klien mungkin untuk mengakumulasikan token-tokennya
namun tidak dapat menjaga token-tokennya secara pribadi. Sebagai contoh yaitu
hanya dapat memeriksa tanda pada tabel di dinding, titik-titik pada papan
tulis, atau poker chips
disimpan dalam sebuah wadah milik perawat. Mengidentifikasi beberapa item lain yang dapat digunakan sebagai token
dalam token ekonomi.
Contoh
token-token yang digunakan dalam token ekonomi:
Ø Poker chips
|
Ø Tanda pada kartu indeks
|
Ø Stampel senyuman
|
Ø Tanda pada papan tulis
|
Ø Koin
|
Ø Kelereng
|
Ø Replika tagihan dollar
|
Ø Bintang
|
Ø Stampel
|
Ø Stampel pada kartu
|
Ø Stampel
|
Ø Kupon
|
Ø Stiker
|
Ø Lubang pada kartu
|
Ø Plastik yang digunting membentuk
lingkaran atau persegi
|
Ø Potongan puzzle yang dapat
diakumulasikan menjadi sebuah puzzle bergambar.
|
Token yang dipilih harus yang tidak tersedia dari sumber
manapun selain agen perubahan.Token tidak begitu efektif jika klien dapat
mendapatkannya dari sumber yang lain. Ini berarti bahwa agen perubahan harus
menanggulangi klien dari tindakan pencurian token dari satu sama lain atau dari
agen perubahan, pemalsuan bukti token, serta memperoleh token dari sumber lain
dari dalam maupun dari luar program.
Tujuan
Token Ekonomi
Token ekonomi bertujuan
untuk membentuk perilaku yang diinginkan dari individu ataupunsuatu kelompok.
Token bisa diberikan secara langsung setelah terjadi peristiwa atupun
bisaberupa benda yang nantinya bisa ditukarkan dengan barang. Ketika token
berbentuk benda sebaiknya berwujud semenarik mungkin seperti bintang yang
berkerlap-kerlip, berbentukkarikatur mini yang lucu, dan lain-lain. Jika pin
kecil sudah terkumpul 3 maka anaktersebut boleh pulang sekolah lebih awal
(sekolah pulang jam 12.00 ia pulang jam 11.30),jika pin sudah bertambah menjadi
10 maka anak tersebut akan mendapatkan reward dari gurunya. akan tetapi
token ekonomi itu memiliki kekurangan yang diakibatkan karena bentuk tokenitu
merupakan dorongan dari luar sehingga jika tidak ada token besar kemungkinan
perilakuyang diharapkan itu tidak timbul.
Keuntungan
Dan Kelemahan Dari Token Ekonomi
Ø Keuntungan dari token ekonomi Yaitu:
1. Token dapat digunakan untuk
memperkuat perilaku target segera setelah terjadi.
2. Token ekonomi sangat terstruktur,
oleh karena itu, target perilaku yang diinginkan diperkuat lebih sering secara
konsisten.
3. Pengkondisian token
digeneralisasikan sebagai penguat karena mereka dipasangkan dengan
berbagai reinforcers yang lain. sebagai akibatnya, token berfungsi sebagai
reinforcers meskipun ada operasi spesifik tertentu yang mungkin ada untuk klien
setiap saat.
4. Token dapat dikuantifikasi dengan
mudah sehingga perilaku yang berbeda dapat diterima.
5. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan
individu dapat dihargai dengan segera.
6. Besarnya reward/hadiah adalah sama nilainya untuk semua individu dalam
suatu kelompok.
7. Penggunaan hukuman (respon cost)
lebih sedikit resikonya dibandingkan bentuk-bentuk hukuman yang lain.
8. individu dapat belajar
ketrampilan-ketrampilan yang berhubungan dengan masa depan.
Ø Kelemahan dari token ekonomi Yaitu:
- Kurangnya pembentukan motivasi intrinsik, karena token ekonomi merupakan dorongan dari luar diri.
- Dibutuhkan dana lebih banyak untuk penyediaan pengukuh pendukung/back up reinforcer.
- Adanya beberapa hambatan dari orang yang memberikan.
8. REINFORCEMENT POSITIF
Definisi
Positif Reinforcment
Reinforcement (penguat) positif adalah suatu kejadian
atau objek yang ketika dimunculkan segera setelah suatu perilaku, menyebabkan
perilaku itu bertambah sering muncul. Sering juga disamakan dengan hadiah. Prinsip reinforcement positif
adalah hukum yang sangat penting untuk proses belajar.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Efektifitas Reinforcement Positif
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keefektifan reinforcement positif, yaitu:
a.
Memilih perilaku yang akan ditingkatkan
Perilaku yang akan dikukuhkan harus
diidentifikasi secara spesifik. Hal ini akan membantu untuk memastikan
reliabilitas dari deteksi contoh dari perilaku dan perubahan frekuensinya.
Serta meningkatkan perilaku kemungkinan program reinforcement ini dilakukan
secara konsisten.
b. Memilih reinforcer
Berbeda individu, kemungkinan reinforcer yang digunakan juga berbeda.
Ada juga reinforcer yang merupakan reinforcer bagi semua orang.
c.
Membangun pelaksanaan
Makin lama periode deprivasi, maka reinforcer
akan makin efektif. Deprivasi adalah selang waktu training sebelumnya, di mana
individu tidak menerima reinforcer.
d. Ukuran reinforcer
Ukuran atau jumlah reinforcer merupakan ukuran
yang penting dalam efektivitas reinforcer. Jumlah reinforcer cukup untuk
menguatkan perilaku yang ingin ditingkatkan, namun jangan berlebihan untuk
menghindari satiasi.
e. Pemberian reinforcer
Reinforcer harus diberikan segera setelah perilaku muncul. Ada dua macam prinsip, yaitu the direct acting
effect dan the indirect acting effect.
f. Penggunaan aturan
Instruksi dapat memfasilitasi perubahan perilaku dalam beberapa cara
yaitu : instruksi akan mempercepat proses belajar individu yang mengerti,
instruksi dapat mempengaruhi individu untuk berusaha bagi reinforcement yang
ditunda, dan dapat membantu mengajar individu (seperti anak kecil atau orang
yang mengalami hambatan perkembangan) untuk mengikuti instruksi.
g.
Contingent vs Noncontingent Reinforcement
Reinforcement contingent : reinforcer tergantung pada perilaku.
Reinforcement noncontingent : reinforcer diberikan pada waktu tertentu dan
tidak tergantung pada perilaku
h.
Memindahkan individu dari program dan
menggantinya dengan reinforcement yang natural
Setelah ada penguatan perilaku melalui penggunaan reinforcement positif,
ada kemungkinan bagi reinforcer dari lingkungan alami individu untuk mengambil
alih pemeliharaan perilaku tersebut.
A. Pengertian Reinforcement
Reinforcement merupakan suatu
pendekatan psikologi yang sangat penting bagi manusia.Teori ini menjelaskan
bagaimana seseorang itu dapat menentukan, memilih dan mengambil keputusan dalam
dinamika kehidupan. Teori ini bisa digunakan pada berbagai macam situasi yang
seringkali dihadapi manusia.
Reinforcement
Theory ini mengatakan bahwa tingkah laku manusia itu adalah hasil kompilasi
dari pengalaman-pengalaman yang ia temui sebelumnya,
atau dalam bahasa lainnya disebut “Consequences influence
behavior”. Contoh yang paling mudah yang bisa gambarkan disini adalah bagaimana sikap
yang diambil oleh seorang anak di dalam panti. Asumsikan bahwa orang tua asuh
sudah menjelaskan seperangkap aturan yang harus ditaati oleh anak di dalam
panti. Suatu ketika, anak berteriak di dalam panti. Maka orang tua asuh
langsung memberikan hukuman kepada anak tersebut. Dari hukuman itu, si anak
tadi akan merubah sikapnya untuk tidak berteriak lagi. Juga demikian, kepada
anak yang tekun mengikuti kegiatan di dalam panti, maka sang orang tua asuh
memberikan kepada mereka semacam hadiah atau penghargaan.
Reinforcement juga dapat diartikan sebagai peristiwa khusus dari perilaku,
yang diikuti dengan konsekuensi, di mana konsekuensi tersebut akan memperkuat
perilaku. Seseorang yang mendapatkan reinforcement akan cenderung
mengulang perilaku yang sama di masa mendatang. Operant behavior yang
terjadi dalam sebuah lingkungan akan menghsilkan sebuah konsekuensi.
Konsekuensi yang memperkuat operant behavior disebut reinforcer.
9.
REINSFORCEMEN
NEGATIV
·
Pengertian
Reinsforcement Negativ
Reinsforment (penguatan) negatif adalah
salah satu konsep yang paling disalahpahami di semua psikologi pengantar. Siswa
umumnya menganggap bahwa kata negatif mengacu pada sesuatu yang tidak
menyenangkan, sehingga mereka melompat pada kesimpulan bahwa penguatan negatif
adalah bentuk hukuman. Tapi penguatan negatif adalah bukan bentuk hukuman. Penguatan
negatif adalah bentuk penguatan. Ini meningkatkan frekuensi atau probabilitas
suatu perilaku dengan "menghilangkan sesuatu yang buruk."
Seorang kolega
(Dr Gary McClure) menyarankan bahwa siswa harus berpikir aritmatika. Berarti
sesuatu yang positif yang ditambahkan, sementara berarti sesuatu yang negatif
diambil. Penguatan negatif adalah jenis penguat dalam sesuatu yang diambil.
Contoh sederhana dari penguatan negatif.
Contoh sederhana dari penguatan negatif.
Misalkan : Guru Anda mengatakan Anda bisa melewati ujian akhir dengan
mempelajari sebuah bab ekstra dan mengambil kuis di atasnya. Anda mungkin
mempelajari sebuah bab tambahan (perilaku Anda belajar akan dibuat lebih
sering) karena janji stimulus yang tidak menyenangkan yang dihapus (tidak ada
ujian akhir). Untuk contoh tambahan lihat bagian selanjutnya tentang penggunaan
penguatan negatif.
Reinforcement
negative
juga merupakan stimulus
yang dipindahkan atau dihilangkan setelah perilaku disebut aversive
stimulus. Reinforcement negatif berbeda dengan hukuman (punishment).
Reinforcement negatif, sama seperti reinforcement positif, akan memperkuat
terbentuknya perilaku. Hukuman, akan memperlemah terbentuknya perilaku.
‘negatif’ bukan berarti buruk, namun lebih berarti ‘penghilangan’ stimulus
setelah perilaku.
Contoh :
Perilaku 1
|
Escape
Seseorang dengan kaki telanjang menginjak
menginjak aspal panas, dan tiba‑tiba melangkah
menuju rumput. Prilaku tersebut terbentuk sebagai hasil menghindari panasnya
aspal.
|
Avoidance
Lain kali seseorang menggunakan
sepatu ketika berjalan diatas aspal panas. Perilaku memakai sepatu merupakan
cara mencegah rasa panas.
|
Perilaku 2
|
Anda menjalankan mesin mobil dan
terkejut mendengar suara radio mobil yang tiba-tiba keras. Anda kemudian
menurunkan volume radio.
|
Anda
menurunkan volume radio didalam mobil, sebelum menyalakan mesin. Anda
mencegah terjadinya suara keras yang muncul tiba-tiba.
|
Perilaku 3
|
Anda duduk dalam bioskop didekat
anak-anak yang ramai dan cerewet. Suara mereka mengganggu, dan anda pindah
tempat duduk untuk menghindari suara brisik.
|
Anda
masuk kedalam gedung bioskop dan
memilih kursi yang jauh dari gerombolan anaj-anak. Anda menghindari anak-anak
tersebut.
|
Karyawan akan bekerja keras jika mendapat izin cuti sebagai
reward. Seseorang memiliki fobia ular, namun ia harus bekerja di toko hewan.
Akhirnya ia ditempatkan di bagian hewan unggas (burung, ayam). Ia pun dapat
bekerja dengan nyaman karena tidak perlu berinteraksi dengan ular.
A.
Jenis-jenis Reinforcement Negativ
Dalam reinforcement negatif terdapat 2 jenis perilaku yang
terbentuk, yaitu Escape behavior dan Avoidence behavior. Dalam escape
behavior (melarikan diri), seseorang menghindari stimulus yang tidak
menyenangkan (aversive stimulus) dengan cara menjalankan perilaku
tertentu untuk mencari jalan keluar. Dalam avidence behavior, seseorang
menghindari aversive stimulus dengan cara menjalankan perilaku khusus
untuk mencegah, dan perilaku tersebut diperkuat
B.
Tujuan Reinforcement Negativ
Adapun tujuan dari teknik ini antara lain adalah:
1. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya
2. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang
tidak diinginkan
3. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan
mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan
C.
Fungsi Reinforcement Negativ
1.
Membangkitkan
motivasi belajar peserta didik,
2.
Merangsang
peserta didik berpikir lebih baik,
3.
Menimbulkan
perhatian perserta didik,
4.
Dapat
mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan
5.
Dapat
memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya
kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan
D.
Prosedur Tekhnik Reinvorcement
Negetiv
Ada beberapa hal yang perlu diperhatian dalam
mengimplementasikan pengelolaan kelas dengan menggunakan pendekatan modifikasi
perilaku teknik penguatan negative yaitu hindari pemberian stimulus yang
menyakitkan, berikan stimulus secara bervariasi, berikan penguatan dengan
segera, sasarannya jelas dan keantusiasan.
E.
Penerapan Tekkhnik Reinforcemen
Negatif dalam Pengubahan Tingkah laku
Guru dapat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan
pada diri siswa melalui penerapan penghukuman, yaitu pemberian perangsang yang
tidak mengenakkan; penghilangan yaitu menahan pemberian ganjaran yang biasanya
diberikan dan penundaan, yaitu mengecualikan siswa dari pemberian ganjaran
tertentu. Perlu diingat bahwa penerapan masing-masing jenis akibat
(konsekuensi) itu berkaitan dengan diterus atau dihentikannya penampilan suatu
tingkah laku di masa depan. Jika guru memberikan penguatan terhadap perbuatan
yang menyimpang, maka besar kemungkinan perbuatan yang menyimpang itu akan
diulangi atau diteruskan; dan sebaliknya, apabila guru menghukum tingkah laku
yang baik, maka besar kemungkinan perbuatan yang sebenarnya baik it akan
dihentikan penampilannya.
Dalam proses pemberian penguatan, ganjaran yang diberikan
disebut penguat (reinforce). Jenis-jenis penguat dapat digolongkan ke dalam dua
klasifikasi besar:
- Penguat besar, yaitu penguat-penguat yang tidak dipelajari dan selalu diperlukan untuk berlangsungnya hidup (seperti makanan, air, udara yang segar), dan
- Penguat bersyarat, yaitu penguat-penguat yang dipelajari (seperti pujian, kasih sayang, uang).
F.
Contoh Kasus Serta Penerapannya
Conntoh 1 :
Pelatih ekstrakulikuler atletik menggunakan stimulasi aversi
(stimulasi yang tidak menyenangkan) berupa para atlit harus berlari
mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh kali bila pemain melakukan kesalahan
dalam latihan. Jika para atlit mampu berlatih sesuai instruksi pelatih, maka
keharusan mengelilingi lapangan tersebut dapat dikurangi jumlahnya atau
dihentikan. Dengan demikian respon yang benar dari para atlit ditingkatkan atau
dipelihara dengan penguatan negative.
Contoh 2:
Jamilus adalah salah seorang siswa yang harus menerus
menyerahkan kepada guru laporan-laporan yang ditulis dengan tidak rapi.
Meskipun guru terus menerus menegur dan memarahinya, laporan-laporan Jamilus
itu tidak lebih baik. Pada suatu ketika Jamilus menyerahkan laporan yang agak
rapi. Guru menerima laporan Jamilus itu tanpa komentar dan tanpa teguran atau
marah yang selama ini ditempatkan kepadanya (peniadaan hukuman). Selanjutnya,
laporan-laporan Jamilus menjadi lebih rapi (frekuensi tingkah laku meningkat).
Daftar Pustaka
Martin,
Gery., Pear, Joseph, 1992, Behavior Modification, Prentice-hall
International Editions.
Diposkan oleh diknasari "Calon Konselor"
Corey,Gerald,1999, Teori
dan Praktek konseling dan Psikoterapi, Bandung : PT Refika Aditama.
Komalasari, G. et al. Teori dan Teknik Konseling.
Jakarta: Indeks
Latipun. 2008. Psikologi
Konseling. Malang: UMM Press
Sadmoko, Heti Rahmawati. 2010. Modifikasi
Perilaku.
Fauzan,
Lutfi. 2009. Memberdayakan Behavior
Contracts untuk Melesatkan Perkembangan Pribadi.
.
.