Sabtu, 17 Maret 2012

Meluluhkan Sang Tiran (orang yang otoriter)


tyrantMELULUHKAN SANG TIRAN
(Orang Yang Otoriter)[1]

Dia berani menghadapi salah satu Presiden Amerika Serikat dan menyeretnya turun dari kursi kepresidenan, sesudah Presidan dan orang-orangnya bukan hanya mengancam akan menyerangnya secara fisik, tetapi juga mengancam menghabisi profesi dan keuangannya.
Apa yang menjadi tujuannya bukanlah manipulasi politik, melainkan mengemukakan kebenaran—akhirnya, kebenaranlah dan bukan Katharine Graham dari Washington Post –yang membuat Richard Nixon yang brilian namun tidak bijaksana itu meluncur jatuh dari garis sejarah.

Katharine Graham nampak berdiri kokoh penuh tekad, tidak bergeming meskipun menghadapi berbagai kekacauan hukum, media massa, kekacauan sosial dan politik dalam skandal Watergate yang sangat menghebohkan itu.
Selain orang-orang terdekatnya, siapa yang menduga bahwa Katharine Graham bisa mewarnai sejarah negara Amerika Serikat sesudah tahun-tahun penuh penderitaan dan penindasan oleh suaminya yang sewenang-wenang?
Katharine baru mengenal Phil Graham beberapa kali melalui berbagai acara sosial sebelum Phil melamarnya. “Saya terpesona dan terpukau,” Katherine melaporkan dalam autobiografinya tahun 1997. “Saya merasa sangat tersanjung—pria brilian yang memukau, menawan hati banyak orang dan mempesona ini mencintaiku!”
Phil Graham berasal dari keluarga miskin yang tinggal di Florida, namun sebagai presiden Harvard Law Review kehidupan Phil Graham dikelilingi oleh koneksi-koneksi yang sangat kaya raya. Dengan sedikit enggan, dia menerima tawaran untuk pindah menduduki manajemen puncak Washington Post yang dimiliki mertuanya, ayah Khatarine. Graham menduduki jabatan sebagai salah satu pemilik Washongton Post pada usia tiga puluh satu tahun. Karismanya yang luar biasa menarik perhatian para gubernur negara bagian dan kepala perusahaan-perusahaan multinasional serta para tokoh di bidang media massa.
Di rumah, Katharine dengan sukarela merelakan diri menjadi korban sisi gelap Phil Graham. “Anehnya, saya seakan-akan menikmati benar menjadi isteri yang bagaikan pembantu. Apapun alasannya, saya suka didominasi,” tulis Katharine. “Saya benar-benar terpesona dan terpukau oleh Phil, namun saya juga sedikit jengkel…karena merasa terlalu sangat bergantung kepadanya.”
Keluarga Graham ini menggambarkan dengan pas sekali apa yang dilukiskan Dr. Susan Forward dalam Emotional Blackmail, di mana korban sering dibawah sadar (subconsciously) mendorong diri mereka sendiri untuk secara psikologis “dipukuli lagi dna lagi” melalui perilaku yang memberikan ganjaran positif, terus menerus menghidupkan atau gagal menghalangi terjadinya pelecehan/penganiayaan.
Berbagai pertengkaran hebat dalam pernikahan biasanya mengembangkan pola “terpicu oleh alkohol, minta maaf lalu mengurangi mabuk-mabukkan.” Sebagaimana yang digambarkan Katharine, “Kami tidak pernah bertengkar di depan umum—biasanya kemarahan besar itu akan meledak sesudah kami meninggalkan suatu tempat dan biasanya terpicu hanya oleh hal yang sepele…. Ia nampaknya selalu menyambar alasan sekecil apa pun untuk meluapkan kemarahannya.

TAKTIK MENGENDALIKAN orang yang sewenang-wenang

Graham terus berusaha agar Katharine menemaninya ke mana-mana, bahkan mendorong Katharine untuk mengembangkan kemampuan profesi dan intelektualnya, namun kata-katanya terus-menerus menyerang Katharine dan membuatnya menjadi bahan tertawaan dan bahan olok-olok keluarga.
Serangan-serangan ini “pelan-pelan menggerogoti seluruh rasa percaya diri saya,” tulis Katharine, tetapi “Saya masih sangat terpesona olehnya sehingga saya tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang berlangsung.”
Akhirnya, penderitaan Katharine yang tersembunyi ini pun diketahui oleh masyarakat luas karena serangan depresi yang diderita Phil berulang kali, tumpang tindih dengan perselingkuhan yang dipamer-pamerkannya, perilaku aneh di depan umum serta kesukaannya berfoya-foya dan memborong belanjaan sebanyak-banyaknya.
Ketika Phil mengumumkan bahwa ia tidak hanya merencanakan menikahi wanita simpanannya tetapi juga berniat untuk tetap memegang saham terbesar Washington Post yang diberikan oleh mertuanya, Katherine akhirnya maju menguatkan diri. Phil boleh saja meninggalkan dia—tetapi tidak boleh membawa perusahaan yang menjadi warisan keluarganya.
Menurut Patricia Evans dalam The Verbally Abusive Relationship, mereka yang terbiasa menyakiti orang lain baik secara fisik maupun perasaan biasanya tidak menyangka akan mendapatkan perlawanan. Phil Graham pun terkejut sekali.
Katharine memenangkan perebutan menyelamatkan Washington Post. Dia juga bertekad bulat untuk melindungi dirinya dari aniaya. Phil Graham sangat beruntung karena setelah berbulan-bulan keluyuran dengan wanita simpanannya akhirnya ia diterima kembali memasuki kehidupan Katharine dan kembali ke rumah tangga mereka. Dia ditemukan menderita manic depression, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan gangguan bipolar/bipolar disorder.
Penderita gangguan bipolar masa kini bisa mendapatkan perawatan yang baik. Akan tetapi pada masa itu, gsnggguan bipolar membuat Graham terperangkap keputusasaan. Tidak lama sesudahnya dia mengakhiri kehidupannya yang bergejolak namun sebenarnya penuh potensi menjanjikan itu dengan menembak dirinya sendiri.
Meskipun menderita banyak trauma batin, dalam beberapa hal Katharine Graham sangatlah beruntung. Dia memiliki keluarga yang kaya, keamanan finansial dan keempat anaknya tumbuh dnegan baik. Dia juga terbukti mewarisi darah leluhurnya yang mengantar mereka menjadi salah satu kekuatan terbesar dalam dunia media massa di Amerika.
Ketika Phil masih hidup dan Katharine harus berjuang mempertahankan perusahaan warisan keluarganya ini, dia dikelilingi oleh orang-orang yang sangat yakin bahwa Katherine akan mampu menjadi nahkoda Post. Dia juga dilindungi oleh sekelompok karyawan perusahaan yang sangat handal dan wartawan-wartawan yang berbakat dan sangat loyal kepadanya. Lama tertindas oleh kekuatan yang sama sekali tidak mampu dilawannya, Katharine Graham akhirnya belajar untuk mengggunakan berbagai kekuatan di luar dirinya secara konstruktif.
Ketika Katharine Graham akhirnya membuka keterlibatan orang-orang terkenal di dunia yang terlibat skandal Watergate, dia menunjukkan kemampuan luar biasa dalam hal independensi (kemerdekaan), keberanian dan tekad. Tetapi seperti orang lain, selama dia menundukkan diri dan menyerah kepada kontrol dari luar yang menganiayanya, maka kehidupan pribadinya diwarnai banyak penderitaan. Perhatikan tabel …

Faktor-faktor Eksternal dalam Pengambilan Keputusan
(Bisa Digunakan sebagai Alat Memaksakan Kepatuhan)
Paksaan (Coercion)
oleh mereka yang memegang kuasa untuk menghukum
Upah (Reward)
oleh mereka yang memegang kendali atas sumberdaya terlihat maupun tak terlihat
Keahlian (Expertise)
Oleh mereka yang menganggap diri mempunyai keahlian luar biasa
Karisma (Charisma)
Oleh mereka yang kepribadiannya sangat menarik sehingga membuat orang lain merasa tidak ada apa-apanya
Otoritas (Authority)
Oleh mereka yang dengan susah payah mendapatkan atau diberi wewenang/otoritas
Pengetahuan (Knowledge)
Oleh mereka yang dianggap lebih bijaksana, lebih pintar atau lebih berpengetahuan

Siklus *Tirani/ (kesewenang-wenangan)

Perubahan “mood”/perasaan Phil Graham—dari perilaku memikat hati menjadi penganiaya dan kembali menjadi lembut lagi—umum dijumpai pada siklus orang yang suka menganiaya. Sebagaimana yang ditemukan oleh Katharine Graham, mereka yang hidup bersama dengan orang seperti ini akan menjumpai diri mereka turun derajat menjadi seperti bola tenis: Bam! Dipukul sekeras-kerasnya ke satu arah, kemudian bum! Dihajar kembali ke arah yang sebaliknya.
Pertama, orang yang suka menganiaya menampilkan diri mereka sedemikian rupa untuk menawan hati orang lain baik secara emosi, sosial maupun fisik. Kemudian, ketegangan akan meningkat karena dia mulai mengirimkan berbagai gelombang kekacauan—kadang-kadang khusus/eksklusif hanya untuk orang terdekatnya saja.
Sesudah itu mulai muncul berbagai serangan verbal yang tajam atau ledakan kemarahan. Jika ini dimotori oleh alkohol atau obat-obatan yang mengacaukan pikiran maka ledakannya akan menjadi lebih sering dan lebih panas. Akhirnya, orang yang menganiaya ini akan menarik diri dan seakan-akan bersembunyi di balik ilusi ketenangan dan perasaaan teduh, bahkan penyesalan, sehingga sering membuat korban kembali terperangkap.

Batasi agar Anda tidak sering bergaul dengan pemarah. Emosi mereka menular dan karenanya Anda akan merusak jiwamu sendiri.
PENAFSIRAN DARI AMSAL 22:24-25

Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang suka menganiaya keluarganya seringkali menunjukkan gejala di perbatasan gangguan kejiwaan. Orang-orang seperti ini luar biasa waspada, terus menerus mencurigai adanya penghianatan, kadang bahkan sampai bisa menemukannya di tempat yang sebenarnya tidak ada. Radar sosial mereka yang begitu melenceng membuat mereka sama sekali tidka bisa diandalkan, selalu terombang-ambing. Orang dengan pribadi seperti ini pada akhirnya akan patah karena mereka tidak percaya kepada orang yang dapat diandalkan dan menaruh percayanya justru pada mereka yang curang/berkhianat.
Pikiran Phil Graham yang bingung membawanya kepada pola seperti ini. Dia menyerang dengan kata-kata tajam dan menyakitkan bukan hanya kepada istrinya yang setia, tetapi juga kepada teman-teman baiknya dan bahkan pada Presiden John Kennedy yang adalah temannya. Yang mebuat karir, keluarga dan kekayaannya terancam, bukanlah musuh yang dibayangkannya tetapi serangan-serangannya yang konfrontasional, membakar dan menghina.
Terobsesi oleh keinginannnya untuk mengatur dan mengendalikan segala sesuatu dan siapa saja yang ada di sekitar dirinya, orang-orang yang sewenang-wenang ini biasanya memiliki konsep diri yang sangat kacau, hati yang kosong, depresi kronis dan tidak mampu menenangkan atau meneduhkan dirinya sendiri. Sebagai orang yang menderita adiksi hubungan/relationship addict, mereka berusaha keras diterima atau dinilai tinggi oleh orang lain dan tersiksa oleh berbagai rasa takut yang saling bertolak belakang satu sama lain:
  • Takut akan ditinggalkan oleh orang-orang yang paling dikasihi atau teman baik
  • Takut akan tercekik oleh kedekatan hubungan sebab hubungan yang dekat akan menipiskan kendali atau kewenangannya.

Melekat erat, panik, menolak. Melekat erat, panik, menolak. Inilah siklus yang umum ditemui pada orang-orang yang suka mengendalikan. Tidak heran jika orang yang seperti ini akhirnya sengsara karena hubungan-hubungan yang berantakan, isolasi sosial maupun kehilangan dukungan sosial.
John N. Briere, seorang dosen di University of Southern California School of Medicine, menemukan kaitan yang snagat kuat antara gejala yang nampak pada orang-orang yang cenderung suka menganiaya dengan masa kanak yang sangat menderita, baik penderitaan fisik maupun perasaan.
Kita cenderung menganggap bahwa ibulah yang paling membentuk dan mewarnai kepribadian seorang anak. Tetapi para peneliti menemukan bahwa penolakan seorang ayah umumnya merubah seorang anak kecil (laki-laki) yang sangat berharga menjadi “teroris” keluarga bagi isteri, anak-anak dan masyarakat di masa depannya.
The Abusive Personality oleh Donald G. Dutton, mencatat bahwa kontributor terbesar di masa kanak yang membuat seseorang berkembang menjadi penganiaya menurut urutan yang paling penting adalah:
1.     Yang dirasakan anak akibat penolakan sang ayah
2.     Yang dirasakan anak akibat “dinginnya” tanggapan si ayah
3.     Aniaya fisik dari ayah
4.     Aniaya verbal dari sang Ayah
5.     Yang dirasakan anak akibat penolakan sang Ibu

Yang disebut aniaya, bukan hanya terbatas kepada aniaya fisik saja. Aniaya fisik hanya menyakiti tubuh, tetapi justru “serangan yang terus-menerus terhadap harga diri seorang anak” yang dilakukan di depan umum, hukuman-hukuman acak, serta serangan kata-kata tajam terhadap kepribadian seorang anaklah yang memberikan sumbangan besar terhadap terbentuknya kepribadian penganiaya fisik maupun emosi. Demikian menurut Dutton.
“Jika saya harus memilih satu saja tindakan tunggal yang dilakukan orang tua yang paling memberi sumbangan terhadap terbentuknya pribadi penganiaya,” demikian kata profesor psikologi dari University of British Columbia ini, “maka saya akan menunjuk pada dipermalukan oleh sang ayah.”*8

Tentang keuletan/ketabahan, masih tetap misteri bagi kami soal bagaimana seorang yang sudah diinjak-injak, dikurung, dipukuli, dibenci dan dibuang bisa…akhirnya bangkit seperti burung Phoenix yang muncul dari debu.
GINA O’CONNEL HIGGINS
Resilient Adult:overcoming a Cruel Past

Orang dewasa yang mengalami trauma masa kecil seringkali memiliki struktur saraf yang sudah melenceng/terpelintir sedemikian rupa sehingga pemicu yang sangat kecil sekali pun akan mengguncang dan menimbulkan reaksi yang sangat berlebihan. Sama seperti korban gangguan stress pasca trauma /post traumatic stress disorder, maka anak yang pernah dianiaya atau ditelantarkan orang tuanya di masa kecil akan memendam campuran kemarahan, rasa malu, rasa tidak percaya dan kecemasan yang sifatnya sangat mudah meledak. Begitu anak ini menjadi dewasa, apa yang dulu dipendamnya akan mulai naik dan meledak ke permukaan. Baik dia sendiri maupun pasangannya yang romantis—sosok baru yang menggantikan kedekatan yang diharapkannya dari orang tua—menyadari bahwa di hadapannya ada gunung yang bisa sewaktu-waktu meletus.
Dutton mengatakan bahwa “sesudah beberapa kali meledak maka kecenderungan menganiaya itu menjadi tertanam di dalam sistem. Mereka menjadi terprogram untuk melakukan aniaya terhadap orang-orang dekatnya.” Anak yang dulu jadi korban trauma itu sekarang tumbuh menjadi yang menganiaya, dan kecenderungan yang dipendam sangat dalam biasanya akan bertahan hebat tidak mau diubah. Ketika perilaku yang sangat meminimalkan hubungan ini diterapkan terhadap orang yang paling dekat, maka pihak luar hampir-hampir tidak bisa melihat bahwa ada orang yang sedang berperan bagaikan Jekyll dan Hyde **(kisah seseorang dengan kepribadian ganda yang saling bertentangan satu sama lain. Satu sisi sangat baik, satu sisi sangat buruk.).


Dalam kasus seperti ini, orang di luar mereka akan melihat korban sebagai sosok yang suka mengeluh, tidak tahu terimakasih atau sosok yang sedikit gila ketika dia seringkali mengeluhkan pasangannya; sedangkan pasangan si korban dipandang orang lain sebagai orang yang sangat baik atau paling tidak dia bukan orang yang berbahaya.. Siapa yang yang ingin bertahan selamat dari kasus semacam ini perlu belajar bagaimana mempergunakan semua Faktor-faktor Pengambilan Keputusan dari Luar Diri Kita (hal…) yang sering digunakan oleh para penganiaya untuk menganiaya.
Katharine Graham melatih menggunakan kekuatan dari luar ini. Ia mempunyai dan memenangkan sekutu-sekutu yang memiliki keahlian dan pengetahuan dan otoritas yang menolong dia menang dalam peperangan melawan hukum dan politik perusahaan dan berhasil mempertahankan warisan keluarganya, koran terkenal Washington Post.

TIRAN KELAS *dua/teri

Mungkin tiran/orang yang sewenang-wenang dalam keluargamu, tidaklah semengerikan Phil Graham. Namun tiran kelas dua sama saja seperti uranium kelas dua, tetap membuat anda beresiko terpapar radiasi.
Dalam berbagai lokakarya Kebiasaan-kebiasaan Keluarga yang saya adakan, para peserta menawarkan kidah-kisah mereka sendiri untuk dibahas dalam kelompok. Pertimbangkan beberapa kisah tiran dalam keluarga ini, dan kemungkinan-kemungkinan respon seperti apa yang bisa Anda berikan Apa yang akan anda kerjakan jika Anda menghadapi tiran semacam ini di dalam keluargamu?

  • Tukang Cuci Mobil. Orangtua Anette memintanya datang. Anette harus menyopir mobil menempuh jarak seraus limapuluh mil pulang pergi untuk mencucikan mobil van mereka tiap bulan. Tempat cuci mobil di kota tempat orang tuanya berdiam, cukup “murah dan bagus” kata Anette, tetapi orangtuanya bilang bahwa tidak ada seorangpun yang mencuci mobil mereka sebersih dan secemerlang seperti Annete. Sesudah mobilnya dicucikan, mereka tidak lalu mengajak Annette berjalan-jalan mengunjungi teman atau mengundang dia masuk ke dalam rumah—mereka hanya ingin mobil vannya di bersihkan, itu saja! Jika Anette tidak mau, dia akan didiamkan oleh kedua orangtuanya.
  • Terlambat!. Suami Cherie minta makan malam harus selalu tersedia jam 6 tepat. Dia tidak peduli bahwa Cherie harus merangkap menjadi sopir bagi lima orang anak mereka, bukan hanya ke sekolah tetapi juga ke latihan dan pertandingan basket, sepakbola dan berenang serta ulang tahun teman. Jika makan malam lewat sedikit dari jam enam Gerald dengan wajah cemberut akan memilih tidur di kamar tamu.
  • Nenek Baik Hati. Albert yang berumur tiga puluh tahun, istrinya dan tiga orang anaknya pindah ke lantai bawah rumah ibunya, rencananya hanya untuk satu buan saja. Dengan cepat mereka mengambil alih dan menguasai seluruh rumah dan mengharapkan nenek yang selalu menyediakan makanan mereka, membayar segala sesuatu yang mereka perlukan, mengambili dan menata barang-barang yang berantakan…dan satu bulan pun mundur menjadi satu tahun. Nenek yang sangat kelelahan ini tidak tahu harus bagaimana meminta mereka keluar dari rumahnya tanpa membuang Albert, anaknya.
  • Isteriku, Milikku dan Hakku. Jika Glen terbangun jam dua pagi dan dia sedang menginginkan hubungan badan, maka ia akan mencolek Frances dan meminta dilayani. Glen berpikir “Ah..ini kan sudah hakku, aku yang kerja cari uang untuk menghidupi mereka.”
  • Mama Pengatur. Gay akan menikah. Ia menunggu sampai saat yang tepat untuk memesan gaun pengantinnya, supaya gaun yang diimpi-impikannya itu bisa pas benar dengan ukuran tubuhnya. Sementara itu, secara sembunyi-sembunyi ibunya membayar seorang penjahit untuk membuat duplikat gaun pengantinnya yang dipakainya dua puluh lima tahun yang lalu—model gaun itu sama sekali tidak cocok untuk Gay karena bentuk tubuh mereka sangat berbeda. Mamanya yang berusia lima puluh tahun itu marah besar karena Gay dianggapnya tidak tahu berterimakasih.
  • Gila banget! Kevin pindah ke rumah istrinya, Gloria. Karena dia sangat suka peanut butter dingin, maka dia menaruh satu botol peanut butter di lemari es. Keesokan harinya, dia menemukan peanut butter-nya tersimpan di lemari, semua sudah tidak dingin sama sekali. Dia mengembalikannya ke lemari es. Besoknya peanut butter kembali ke lemari lagi dengan catatan “Kevin—peanut butter ini harus tetap disimpan di lemari dapur, sebab di situlah tempat yang seharusnya.” Okey, jadi mungkin dia (Kevin) yang aneh. Tetapi Gloria juga memberitahu dia untuk TIDAK menggantung jaketnya di tempat tertentu; TIDAK BOLEH mengisi freezer dengan jenis es krim tertentu selain satu jenis yang disukai Gloria; dan benar-benar TIDAK boleh menyalakan lebih dari satu bola lampu di satu ruangan. Ini adalah rumah Gloria, dan seorang suami tidak boleh begitu saja merusak sistemnya.
  • ***
Orang-orang yang menghadapi anggota keluarga yang bagai tiran kelas dua ini merasa stres, diremehkan dan kehilangan semangat. Apa yang harus dilakukan?
Dalam sebuah kisah yang pantas masuk dalam acara TV terkenal Prime Time Live, Abigail menunjukkan strategi cerdas untuk mengempiskan kewenangan seorang tiran di dalam keluarga. Kisahnya bisa langsung Anda baca di 1 Samuel 25. Kisah ini begitu menarik sehingga tidak aneh jika Abigail sangat terkenal dalam loka-karya keluarga yang saya adakan di gereja-gereja. Di sebuah bangsa (USA) yang berdasarkan laporan jajak pendapat Gallup 95% dari populasinya percaya akan Allah dan 65% mengaku sebagai anggota jemaat sebuah gereja tertentu maka kisah Abigail mempunyai banyak relevansi dengan korban aniaya di abad 21 ini.
Nabal, Suami Abigail suka minum-minum dan impulsif. Nabal membuat kesalahan besar karena memicu kemarahan Daud, seorang pria yang dengan cepat mampu mengumpulkan empat ratus orang yang melarikan diri dari hukum. Mereka bersumpah untuk tidak hanya membunuh Nabal, tetapi juga semua pria yang bekerja untuknya. Semua laki-laki di rumah it akan dibunuh. Habis perkara!
Nabal sama seperti para penganiaya masa kini. Mereka tidak hanya melukai keluarganya secara langsung tetapi juga mengundang kesengsaraan tidak langsung bagi keluarganya. Jika penganiaya seperti ini adalah pria, maka isteri dan anak-anaknya terpaksa mengambil alih tanggungjawabnya sebagai ayah, sebab terlalu beresiko untuk menyandarkan diri kepada seseorang yang tidak bisa di duga, dan kadang meledak-ledak. Reputasi keluarga menjadi hancur lebur karena tindakan sang penganiaya yang sama sekali tidak bertanggung jawab, isteri dan anaknya menjadi malu dan terasing dari kehidupan masyarakat. Perilaku antisosial juga mengundang tindakan hukum oleh sistem hukum yang berlaku dan lembaga penegakan hukum, sama seperti Nabal mengundang tindakan gerombolan di bawah pimpinan Daud; bukan hanya mengancam Nabal saja akan tetapi juga mengancam seluruh keluarganya. Serangan tidak langsung yang dilakukannya terhadap keluarganya sendiri ini membuat mereka terluka dan menekan; baik secara emosi, finansial, spiritual, fisik maupun sosial, menorehkan luka yang tak terlihat namun menyakitkan dan menghancurkan generasi demi generasi dalam keluarga.
Melihat bahwa Nabal terancam bahaya besar, maka salah seorang pelayannya memberitahu Abigail, yang mampu melihat adanya bahaya dan kesempatan sekaligus. Kemampuannya berpikir strategis membuat dia lari meninggalkan bahaya dan mengejar kesempatan. Dia memperteguh kemenangan ini dengan secara bijak mendengarkan nasehat bawahannya, sekutunya yang berharga, dan memanfaatkan keadaan yang menguntungkan—Nabal yang sedang tidak sadar. Abigail pun berangkat membawa persembahan perdamaian.

Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.
Amsal 22:3

Dengan kemauanya yang keras namun penuh diplomasi, Abigail berhasil bernegosiasi dengan Daud yang nantinya menjadi raja Israel. Saat itu, Daud masih dipenuhi keinginan membunuh dan dia membawa para pendukungnya untuk membalas dendam. Sedangkan Nabal, sesudah sadar dari minum-minum akhirnya menjadi sangat ketakutan. Ia hampir saja mati. Prospek bahwa dia akan terpaksa menghadapi hukum rimba langsung melenyapkan semua kesombongan,dan kemarahannya—secepat kilat.



[1] Materi tambahan Kuliah di Program Konseling JAFFRAY Jakarta dan Makassar. Diterjemahkan dan Disadur dari Diambil dari Buku “Healing Your Family Tree”, karya Beverly Hubble Tauke, Tyndale Publishing House

Tidak ada komentar:

Posting Komentar