MELULUHKAN SANG TIRAN
(Orang Yang Otoriter)
[1]
Dia berani menghadapi salah satu Presiden Amerika Serikat dan
menyeretnya turun dari kursi kepresidenan, sesudah Presidan dan
orang-orangnya bukan hanya mengancam akan menyerangnya secara fisik,
tetapi juga mengancam menghabisi profesi dan keuangannya.
Apa yang menjadi tujuannya bukanlah manipulasi politik, melainkan
mengemukakan kebenaran—akhirnya, kebenaranlah dan bukan Katharine Graham
dari Washington Post –yang membuat Richard Nixon yang brilian namun
tidak bijaksana itu meluncur jatuh dari garis sejarah.
Katharine Graham nampak berdiri kokoh penuh tekad, tidak bergeming
meskipun menghadapi berbagai kekacauan hukum, media massa, kekacauan
sosial dan politik dalam skandal Watergate yang sangat menghebohkan itu.
Selain orang-orang terdekatnya, siapa yang menduga bahwa Katharine
Graham bisa mewarnai sejarah negara Amerika Serikat sesudah tahun-tahun
penuh penderitaan dan penindasan oleh suaminya yang sewenang-wenang?
Katharine baru mengenal Phil Graham beberapa kali melalui berbagai
acara sosial sebelum Phil melamarnya. “Saya terpesona dan terpukau,”
Katherine melaporkan dalam autobiografinya tahun 1997. “Saya merasa
sangat tersanjung—pria brilian yang memukau, menawan hati banyak orang
dan mempesona ini mencintaiku!”
Phil Graham berasal dari keluarga miskin yang tinggal di Florida, namun sebagai presiden
Harvard Law Review
kehidupan Phil Graham dikelilingi oleh koneksi-koneksi yang sangat kaya
raya. Dengan sedikit enggan, dia menerima tawaran untuk pindah
menduduki manajemen puncak Washington Post yang dimiliki mertuanya, ayah
Khatarine. Graham menduduki jabatan sebagai salah satu pemilik
Washongton Post pada usia tiga puluh satu tahun. Karismanya yang luar
biasa menarik perhatian para gubernur negara bagian dan kepala
perusahaan-perusahaan multinasional serta para tokoh di bidang media
massa.
Di rumah, Katharine dengan sukarela merelakan diri menjadi korban
sisi gelap Phil Graham. “Anehnya, saya seakan-akan menikmati benar
menjadi isteri yang bagaikan pembantu. Apapun alasannya, saya suka
didominasi,” tulis Katharine. “Saya benar-benar terpesona dan terpukau
oleh Phil, namun saya juga sedikit jengkel…karena merasa terlalu sangat
bergantung kepadanya.”
Keluarga Graham ini menggambarkan dengan pas sekali apa yang dilukiskan Dr. Susan Forward dalam
Emotional Blackmail, di mana korban sering dibawah sadar (
subconsciously)
mendorong diri mereka sendiri untuk secara psikologis “dipukuli lagi
dna lagi” melalui perilaku yang memberikan ganjaran positif, terus
menerus menghidupkan atau gagal menghalangi terjadinya
pelecehan/penganiayaan.
Berbagai pertengkaran hebat dalam pernikahan biasanya mengembangkan
pola “terpicu oleh alkohol, minta maaf lalu mengurangi mabuk-mabukkan.”
Sebagaimana yang digambarkan Katharine, “Kami tidak pernah bertengkar di
depan umum—biasanya kemarahan besar itu akan meledak sesudah kami
meninggalkan suatu tempat dan biasanya terpicu hanya oleh hal yang
sepele…. Ia nampaknya selalu menyambar alasan sekecil apa pun untuk
meluapkan kemarahannya.
TAKTIK MENGENDALIKAN orang yang sewenang-wenang
Graham terus berusaha agar Katharine menemaninya ke mana-mana, bahkan
mendorong Katharine untuk mengembangkan kemampuan profesi dan
intelektualnya, namun kata-katanya terus-menerus menyerang Katharine dan
membuatnya menjadi bahan tertawaan dan bahan olok-olok keluarga.
Serangan-serangan ini “pelan-pelan menggerogoti seluruh rasa percaya
diri saya,” tulis Katharine, tetapi “Saya masih sangat terpesona olehnya
sehingga saya tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang berlangsung.”
Akhirnya, penderitaan Katharine yang tersembunyi ini pun diketahui
oleh masyarakat luas karena serangan depresi yang diderita Phil berulang
kali, tumpang tindih dengan perselingkuhan yang dipamer-pamerkannya,
perilaku aneh di depan umum serta kesukaannya berfoya-foya dan memborong
belanjaan sebanyak-banyaknya.
Ketika Phil mengumumkan bahwa ia tidak hanya merencanakan menikahi
wanita simpanannya tetapi juga berniat untuk tetap memegang saham
terbesar Washington Post yang diberikan oleh mertuanya, Katherine
akhirnya maju menguatkan diri. Phil boleh saja meninggalkan dia—tetapi
tidak boleh membawa perusahaan yang menjadi warisan keluarganya.
Menurut Patricia Evans dalam
The Verbally Abusive Relationship,
mereka yang terbiasa menyakiti orang lain baik secara fisik maupun
perasaan biasanya tidak menyangka akan mendapatkan perlawanan. Phil
Graham pun terkejut sekali.
Katharine memenangkan perebutan menyelamatkan
Washington Post.
Dia juga bertekad bulat untuk melindungi dirinya dari aniaya. Phil
Graham sangat beruntung karena setelah berbulan-bulan keluyuran dengan
wanita simpanannya akhirnya ia diterima kembali memasuki kehidupan
Katharine dan kembali ke rumah tangga mereka. Dia ditemukan menderita
manic depression, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan gangguan bipolar/
bipolar disorder.
Penderita gangguan bipolar masa kini bisa mendapatkan perawatan yang
baik. Akan tetapi pada masa itu, gsnggguan bipolar membuat Graham
terperangkap keputusasaan. Tidak lama sesudahnya dia mengakhiri
kehidupannya yang bergejolak namun sebenarnya penuh potensi menjanjikan
itu dengan menembak dirinya sendiri.
Meskipun menderita banyak trauma batin, dalam beberapa hal Katharine
Graham sangatlah beruntung. Dia memiliki keluarga yang kaya, keamanan
finansial dan keempat anaknya tumbuh dnegan baik. Dia juga terbukti
mewarisi darah leluhurnya yang mengantar mereka menjadi salah satu
kekuatan terbesar dalam dunia media massa di Amerika.
Ketika Phil masih hidup dan Katharine harus berjuang mempertahankan
perusahaan warisan keluarganya ini, dia dikelilingi oleh orang-orang
yang sangat yakin bahwa Katherine akan mampu menjadi nahkoda Post. Dia
juga dilindungi oleh sekelompok karyawan perusahaan yang sangat handal
dan wartawan-wartawan yang berbakat dan sangat loyal kepadanya. Lama
tertindas oleh kekuatan yang sama sekali tidak mampu dilawannya,
Katharine Graham akhirnya belajar untuk mengggunakan berbagai kekuatan
di luar dirinya secara konstruktif.
Ketika Katharine Graham akhirnya membuka keterlibatan orang-orang
terkenal di dunia yang terlibat skandal Watergate, dia menunjukkan
kemampuan luar biasa dalam hal independensi (kemerdekaan), keberanian
dan tekad. Tetapi seperti orang lain, selama dia menundukkan diri dan
menyerah kepada kontrol dari luar yang menganiayanya, maka kehidupan
pribadinya diwarnai banyak penderitaan. Perhatikan tabel …
Faktor-faktor Eksternal dalam Pengambilan Keputusan
(Bisa Digunakan sebagai Alat Memaksakan Kepatuhan)
|
Paksaan (Coercion)
|
oleh mereka yang memegang kuasa untuk menghukum
|
Upah (Reward)
|
oleh mereka yang memegang kendali atas sumberdaya terlihat maupun tak terlihat
|
Keahlian (Expertise)
|
Oleh mereka yang menganggap diri mempunyai keahlian luar biasa
|
Karisma (Charisma)
|
Oleh mereka yang kepribadiannya sangat menarik sehingga membuat orang lain merasa tidak ada apa-apanya
|
Otoritas (Authority)
|
Oleh mereka yang dengan susah payah mendapatkan atau diberi wewenang/otoritas
|
Pengetahuan (Knowledge)
|
Oleh mereka yang dianggap lebih bijaksana, lebih pintar atau lebih berpengetahuan
|
Siklus *Tirani/ (kesewenang-wenangan)
Perubahan “mood”/perasaan Phil Graham—dari perilaku memikat hati
menjadi penganiaya dan kembali menjadi lembut lagi—umum dijumpai pada
siklus orang yang suka menganiaya. Sebagaimana yang ditemukan oleh
Katharine Graham, mereka yang hidup bersama dengan orang seperti ini
akan menjumpai diri mereka turun derajat menjadi seperti bola tenis:
Bam! Dipukul sekeras-kerasnya ke satu arah, kemudian bum! Dihajar
kembali ke arah yang sebaliknya.
Pertama, orang yang suka menganiaya menampilkan diri mereka
sedemikian rupa untuk menawan hati orang lain baik secara emosi, sosial
maupun fisik. Kemudian, ketegangan akan meningkat karena dia mulai
mengirimkan berbagai gelombang kekacauan—kadang-kadang khusus/eksklusif
hanya untuk orang terdekatnya saja.
Sesudah itu mulai muncul berbagai serangan verbal yang tajam atau
ledakan kemarahan. Jika ini dimotori oleh alkohol atau obat-obatan yang
mengacaukan pikiran maka ledakannya akan menjadi lebih sering dan lebih
panas. Akhirnya, orang yang menganiaya ini akan menarik diri dan
seakan-akan bersembunyi di balik ilusi ketenangan dan perasaaan teduh,
bahkan penyesalan, sehingga sering membuat korban kembali terperangkap.
Batasi agar Anda tidak sering bergaul dengan pemarah. Emosi mereka menular dan karenanya Anda akan merusak jiwamu sendiri.
PENAFSIRAN DARI AMSAL 22:24-25
Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang suka menganiaya
keluarganya seringkali menunjukkan gejala di perbatasan gangguan
kejiwaan. Orang-orang seperti ini luar biasa waspada, terus menerus
mencurigai adanya penghianatan, kadang bahkan sampai bisa menemukannya
di tempat yang sebenarnya tidak ada. Radar sosial mereka yang begitu
melenceng membuat mereka sama sekali tidka bisa diandalkan, selalu
terombang-ambing. Orang dengan pribadi seperti ini pada akhirnya akan
patah karena mereka tidak percaya kepada orang yang dapat diandalkan dan
menaruh percayanya justru pada mereka yang curang/berkhianat.
Pikiran Phil Graham yang bingung membawanya kepada pola seperti ini.
Dia menyerang dengan kata-kata tajam dan menyakitkan bukan hanya kepada
istrinya yang setia, tetapi juga kepada teman-teman baiknya dan bahkan
pada Presiden John Kennedy yang adalah temannya. Yang mebuat karir,
keluarga dan kekayaannya terancam, bukanlah musuh yang dibayangkannya
tetapi serangan-serangannya yang konfrontasional, membakar dan menghina.
Terobsesi oleh keinginannnya untuk mengatur dan mengendalikan segala
sesuatu dan siapa saja yang ada di sekitar dirinya, orang-orang yang
sewenang-wenang ini biasanya memiliki konsep diri yang sangat kacau,
hati yang kosong, depresi kronis dan tidak mampu menenangkan atau
meneduhkan dirinya sendiri. Sebagai orang yang menderita adiksi
hubungan/
relationship addict, mereka berusaha keras diterima
atau dinilai tinggi oleh orang lain dan tersiksa oleh berbagai rasa
takut yang saling bertolak belakang satu sama lain:
- Takut akan ditinggalkan oleh orang-orang yang paling dikasihi atau teman baik
- Takut akan tercekik oleh kedekatan hubungan sebab hubungan yang dekat akan menipiskan kendali atau kewenangannya.
Melekat erat, panik, menolak. Melekat erat, panik, menolak. Inilah
siklus yang umum ditemui pada orang-orang yang suka mengendalikan. Tidak
heran jika orang yang seperti ini akhirnya sengsara karena
hubungan-hubungan yang berantakan, isolasi sosial maupun kehilangan
dukungan sosial.
John N. Briere, seorang dosen di
University of Southern California School of Medicine,
menemukan kaitan yang snagat kuat antara gejala yang nampak pada
orang-orang yang cenderung suka menganiaya dengan masa kanak yang sangat
menderita, baik penderitaan fisik maupun perasaan.
Kita cenderung menganggap bahwa ibulah yang paling membentuk dan
mewarnai kepribadian seorang anak. Tetapi para peneliti menemukan bahwa
penolakan seorang ayah umumnya merubah seorang anak kecil (laki-laki)
yang sangat berharga menjadi “teroris” keluarga bagi isteri, anak-anak
dan masyarakat di masa depannya.
The Abusive Personality oleh Donald G. Dutton, mencatat
bahwa kontributor terbesar di masa kanak yang membuat seseorang
berkembang menjadi penganiaya menurut urutan yang paling penting adalah:
1. Yang dirasakan anak akibat penolakan sang ayah
2. Yang dirasakan anak akibat “dinginnya” tanggapan si ayah
3. Aniaya fisik dari ayah
4. Aniaya verbal dari sang Ayah
5. Yang dirasakan anak akibat penolakan sang Ibu
Yang disebut aniaya, bukan hanya terbatas kepada aniaya fisik saja.
Aniaya fisik hanya menyakiti tubuh, tetapi justru “serangan yang
terus-menerus terhadap harga diri seorang anak” yang dilakukan di depan
umum, hukuman-hukuman acak, serta serangan kata-kata tajam terhadap
kepribadian seorang anaklah yang memberikan sumbangan besar terhadap
terbentuknya kepribadian penganiaya fisik maupun emosi. Demikian menurut
Dutton.
“Jika saya harus memilih satu saja tindakan tunggal yang dilakukan
orang tua yang paling memberi sumbangan terhadap terbentuknya pribadi
penganiaya,” demikian kata profesor psikologi dari University of British
Columbia ini, “maka saya akan menunjuk pada dipermalukan oleh sang
ayah.”*8
Tentang keuletan/ketabahan, masih tetap misteri bagi kami soal
bagaimana seorang yang sudah diinjak-injak, dikurung, dipukuli, dibenci
dan dibuang bisa…akhirnya bangkit seperti burung Phoenix yang muncul
dari debu.
GINA O’CONNEL HIGGINS
Resilient Adult:overcoming a Cruel Past
Orang dewasa yang mengalami trauma masa kecil seringkali memiliki
struktur saraf yang sudah melenceng/terpelintir sedemikian rupa sehingga
pemicu yang sangat kecil sekali pun akan mengguncang dan menimbulkan
reaksi yang sangat berlebihan. Sama seperti korban gangguan stress pasca
trauma /
post traumatic stress disorder, maka anak yang pernah
dianiaya atau ditelantarkan orang tuanya di masa kecil akan memendam
campuran kemarahan, rasa malu, rasa tidak percaya dan kecemasan yang
sifatnya sangat mudah meledak. Begitu anak ini menjadi dewasa, apa yang
dulu dipendamnya akan mulai naik dan meledak ke permukaan. Baik dia
sendiri maupun pasangannya yang romantis—sosok baru yang menggantikan
kedekatan yang diharapkannya dari orang tua—menyadari bahwa di
hadapannya ada gunung yang bisa sewaktu-waktu meletus.
Dutton mengatakan bahwa “sesudah beberapa kali meledak maka
kecenderungan menganiaya itu menjadi tertanam di dalam sistem. Mereka
menjadi terprogram untuk melakukan aniaya terhadap orang-orang
dekatnya.” Anak yang dulu jadi korban trauma itu sekarang tumbuh menjadi
yang menganiaya, dan kecenderungan yang dipendam sangat dalam biasanya
akan bertahan hebat tidak mau diubah. Ketika perilaku yang sangat
meminimalkan hubungan ini diterapkan terhadap orang yang paling dekat,
maka pihak luar hampir-hampir tidak bisa melihat bahwa ada orang yang
sedang berperan bagaikan Jekyll dan Hyde **(kisah seseorang dengan
kepribadian ganda yang saling bertentangan satu sama lain. Satu sisi
sangat baik, satu sisi sangat buruk.).
Dalam kasus seperti ini, orang di luar mereka akan melihat korban
sebagai sosok yang suka mengeluh, tidak tahu terimakasih atau sosok yang
sedikit gila ketika dia seringkali mengeluhkan pasangannya; sedangkan
pasangan si korban dipandang orang lain sebagai orang yang sangat baik
atau paling tidak dia bukan orang yang berbahaya.. Siapa yang yang ingin
bertahan selamat dari kasus semacam ini perlu belajar bagaimana
mempergunakan semua Faktor-faktor Pengambilan Keputusan dari Luar Diri
Kita (hal…) yang sering digunakan oleh para penganiaya untuk menganiaya.
Katharine Graham melatih menggunakan kekuatan dari luar ini. Ia
mempunyai dan memenangkan sekutu-sekutu yang memiliki keahlian dan
pengetahuan dan otoritas yang menolong dia menang dalam peperangan
melawan hukum dan politik perusahaan dan berhasil mempertahankan warisan
keluarganya, koran terkenal
Washington Post.
TIRAN KELAS *dua/teri
Mungkin tiran/orang yang sewenang-wenang dalam keluargamu, tidaklah
semengerikan Phil Graham. Namun tiran kelas dua sama saja seperti
uranium kelas dua, tetap membuat anda beresiko terpapar radiasi.
Dalam berbagai lokakarya Kebiasaan-kebiasaan Keluarga yang saya
adakan, para peserta menawarkan kidah-kisah mereka sendiri untuk dibahas
dalam kelompok. Pertimbangkan beberapa kisah tiran dalam keluarga ini,
dan kemungkinan-kemungkinan respon seperti apa yang bisa Anda berikan
Apa yang akan anda kerjakan jika Anda menghadapi tiran semacam ini di
dalam keluargamu?
- Tukang Cuci Mobil. Orangtua Anette memintanya
datang. Anette harus menyopir mobil menempuh jarak seraus limapuluh mil
pulang pergi untuk mencucikan mobil van mereka tiap bulan. Tempat cuci
mobil di kota tempat orang tuanya berdiam, cukup “murah dan bagus” kata
Anette, tetapi orangtuanya bilang bahwa tidak ada seorangpun yang
mencuci mobil mereka sebersih dan secemerlang seperti Annete. Sesudah
mobilnya dicucikan, mereka tidak lalu mengajak Annette berjalan-jalan
mengunjungi teman atau mengundang dia masuk ke dalam rumah—mereka hanya
ingin mobil vannya di bersihkan, itu saja! Jika Anette tidak mau, dia
akan didiamkan oleh kedua orangtuanya.
- Terlambat!. Suami Cherie minta makan malam harus
selalu tersedia jam 6 tepat. Dia tidak peduli bahwa Cherie harus
merangkap menjadi sopir bagi lima orang anak mereka, bukan hanya ke
sekolah tetapi juga ke latihan dan pertandingan basket, sepakbola dan
berenang serta ulang tahun teman. Jika makan malam lewat sedikit dari
jam enam Gerald dengan wajah cemberut akan memilih tidur di kamar tamu.
- Nenek Baik Hati. Albert yang berumur tiga puluh
tahun, istrinya dan tiga orang anaknya pindah ke lantai bawah rumah
ibunya, rencananya hanya untuk satu buan saja. Dengan cepat mereka
mengambil alih dan menguasai seluruh rumah dan mengharapkan nenek yang
selalu menyediakan makanan mereka, membayar segala sesuatu yang mereka
perlukan, mengambili dan menata barang-barang yang berantakan…dan satu
bulan pun mundur menjadi satu tahun. Nenek yang sangat kelelahan ini
tidak tahu harus bagaimana meminta mereka keluar dari rumahnya tanpa
membuang Albert, anaknya.
- Isteriku, Milikku dan Hakku. Jika Glen terbangun
jam dua pagi dan dia sedang menginginkan hubungan badan, maka ia akan
mencolek Frances dan meminta dilayani. Glen berpikir “Ah..ini kan sudah
hakku, aku yang kerja cari uang untuk menghidupi mereka.”
- Mama Pengatur. Gay akan menikah. Ia menunggu sampai
saat yang tepat untuk memesan gaun pengantinnya, supaya gaun yang
diimpi-impikannya itu bisa pas benar dengan ukuran tubuhnya. Sementara
itu, secara sembunyi-sembunyi ibunya membayar seorang penjahit untuk
membuat duplikat gaun pengantinnya yang dipakainya dua puluh lima tahun
yang lalu—model gaun itu sama sekali tidak cocok untuk Gay karena bentuk
tubuh mereka sangat berbeda. Mamanya yang berusia lima puluh tahun itu
marah besar karena Gay dianggapnya tidak tahu berterimakasih.
- Gila banget! Kevin pindah ke rumah istrinya, Gloria. Karena dia sangat suka peanut butter dingin, maka dia menaruh satu botol peanut butter di lemari es. Keesokan harinya, dia menemukan peanut butter-nya tersimpan di lemari, semua sudah tidak dingin sama sekali. Dia mengembalikannya ke lemari es. Besoknya peanut butter kembali ke lemari lagi dengan catatan “Kevin—peanut butter ini harus tetap disimpan di lemari dapur, sebab di situlah tempat yang seharusnya.” Okey,
jadi mungkin dia (Kevin) yang aneh. Tetapi Gloria juga memberitahu dia
untuk TIDAK menggantung jaketnya di tempat tertentu; TIDAK BOLEH mengisi
freezer dengan jenis es krim tertentu selain satu jenis yang disukai
Gloria; dan benar-benar TIDAK boleh menyalakan lebih dari satu bola
lampu di satu ruangan. Ini adalah rumah Gloria, dan seorang suami tidak
boleh begitu saja merusak sistemnya.
- ***
Orang-orang yang menghadapi anggota keluarga yang bagai tiran kelas
dua ini merasa stres, diremehkan dan kehilangan semangat. Apa yang harus
dilakukan?
Dalam sebuah kisah yang pantas masuk dalam acara TV terkenal
Prime Time Live,
Abigail menunjukkan strategi cerdas untuk mengempiskan kewenangan
seorang tiran di dalam keluarga. Kisahnya bisa langsung Anda baca di 1
Samuel 25. Kisah ini begitu menarik sehingga tidak aneh jika Abigail
sangat terkenal dalam loka-karya keluarga yang saya adakan di
gereja-gereja. Di sebuah bangsa (USA) yang berdasarkan laporan jajak
pendapat Gallup 95% dari populasinya percaya akan Allah dan 65% mengaku
sebagai anggota jemaat sebuah gereja tertentu maka kisah Abigail
mempunyai banyak relevansi dengan korban aniaya di abad 21 ini.
Nabal, Suami Abigail suka minum-minum dan impulsif. Nabal membuat
kesalahan besar karena memicu kemarahan Daud, seorang pria yang dengan
cepat mampu mengumpulkan empat ratus orang yang melarikan diri dari
hukum. Mereka bersumpah untuk tidak hanya membunuh Nabal, tetapi juga
semua pria yang bekerja untuknya. Semua laki-laki di rumah it akan
dibunuh. Habis perkara!
Nabal sama seperti para penganiaya masa kini. Mereka tidak hanya
melukai keluarganya secara langsung tetapi juga mengundang kesengsaraan
tidak langsung bagi keluarganya. Jika penganiaya seperti ini adalah
pria, maka isteri dan anak-anaknya terpaksa mengambil alih
tanggungjawabnya sebagai ayah, sebab terlalu beresiko untuk menyandarkan
diri kepada seseorang yang tidak bisa di duga, dan kadang
meledak-ledak. Reputasi keluarga menjadi hancur lebur karena tindakan
sang penganiaya yang sama sekali tidak bertanggung jawab, isteri dan
anaknya menjadi malu dan terasing dari kehidupan masyarakat. Perilaku
antisosial juga mengundang tindakan hukum oleh sistem hukum yang berlaku
dan lembaga penegakan hukum, sama seperti Nabal mengundang tindakan
gerombolan di bawah pimpinan Daud; bukan hanya mengancam Nabal saja akan
tetapi juga mengancam seluruh keluarganya. Serangan tidak langsung yang
dilakukannya terhadap keluarganya sendiri ini membuat mereka terluka
dan menekan; baik secara emosi, finansial, spiritual, fisik maupun
sosial, menorehkan luka yang tak terlihat namun menyakitkan dan
menghancurkan generasi demi generasi dalam keluarga.
Melihat bahwa Nabal terancam bahaya besar, maka salah seorang
pelayannya memberitahu Abigail, yang mampu melihat adanya bahaya dan
kesempatan sekaligus. Kemampuannya berpikir strategis membuat dia lari
meninggalkan bahaya dan mengejar kesempatan. Dia memperteguh kemenangan
ini dengan secara bijak mendengarkan nasehat bawahannya, sekutunya yang
berharga, dan memanfaatkan keadaan yang menguntungkan—Nabal yang sedang
tidak sadar. Abigail pun berangkat membawa persembahan perdamaian.
Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.
Amsal 22:3
Dengan kemauanya yang keras namun penuh diplomasi, Abigail berhasil
bernegosiasi dengan Daud yang nantinya menjadi raja Israel. Saat itu,
Daud masih dipenuhi keinginan membunuh dan dia membawa para pendukungnya
untuk membalas dendam. Sedangkan Nabal, sesudah sadar dari minum-minum
akhirnya menjadi sangat ketakutan. Ia hampir saja mati. Prospek bahwa
dia akan terpaksa menghadapi hukum rimba langsung melenyapkan semua
kesombongan,dan kemarahannya—secepat kilat.
[1]
Materi tambahan Kuliah di Program Konseling JAFFRAY Jakarta dan
Makassar. Diterjemahkan dan Disadur dari Diambil dari Buku “Healing Your
Family Tree”, karya Beverly Hubble Tauke, Tyndale Publishing House