Sabtu, 17 Maret 2012

Mengapa Konselor Dibutuhkan?


“Dalam pengalaman membantu klien kami menggunakan dua cara membantu pemulihan dari masa lalu yang buruk: pengakuan dan menuliskan. Mengajar mereka mendaur ulang pengalaman buruk tadi dalam anigerahNya menjadi kebaikan di masa kini, untuk diri sendiri dan orang lain yang mengalami luka yang sama.”

Hidup adalah anugerah, pengalaman merupakan mutiara hidup. Pengalaman kita sejak dalam kandungan, merupakan kekayaan. Kelahiran kita dan prosesnya sungguh-sungguh ajaib. Mengagumkan. Karenanya perlu kita camkan dengan sungguh.

Semua masa lalu kita, Tidak peduli pengalaman itu baik atau buruk, merupakan pengalaman yang punya makna. Sayangnya kita sadar atau tidak cenderung melupakan masa lalu. Terutama masa lalu yang burruk dan traumatis. Khususnya yang terjadi saat kita masih kanak-kanak.

PENGAKUAN PINTU PEMULIHAN

Semua kenangan yang pahit atau getir, sengaja kita abaikan, tekan bahkan lawan saat dia muncul. Sebut saja pengalaman dibeda-bedakan, mengalami kekerasan dari orangtua. Apalagi menyangkut pelecehan seksual dan harga diri. Rasanya getir kalau diingat. Makanya kita melupakannya.
Padahal melupakan atau mengabaikan masa lalu buruk justru merusak emosi kita. Sadar atau tidak menekan memori dan emosi dari masa lalu membutuhkan energi yang besar. Upaya menekan masa lau itu justru menguras energi hidup kita. Kita Menjadi mudah capek, kesal hingga marah.
Ada banyak mutiara pembelajaran hidup dari masa lalu. Masa lalu yang kelam bisa menjadi mutiara kehidupan bagi mereka yang menemukan makna di dalamnya.
Ya, Daripada menekan atau melupakan, lebih baik mengingat. Meski tetap sakit, tetapi lebih sehat daripada melupakannya.
Dengan mengingat dan mengeluarkannya maka “nanah emosi” masa lalu justru keluar. Keluar, keluar keluar ... keluarkan masa lalu yang buruk itu, maka hidup kita akan lebih segar.
Para ahli menegaskan bahwa keterbukaan diri justru memulihkan. Ya pengakuan adalah pintu pemulihan. Menceritakan masa lalu yang buruk membantu kita membersihkan “sisa” emosi negatif.

PEMBELAJARAN DARI MASA LALU

Masa lalu yang buruk bisa menjadi “mutiara” pembelajaran hidup dalam dua cara.
Pertama, kita akan dibantu belajar di masa dewasa untuk mencegah hal itu jangan (pernah) lagi terulang. Kita biasanya termotiasu untuk tidak melakukannya kepada orang lain. Terutama bertekad tidak akan mengulangnya pada anak kita sendiri.
Kedua, pengalaman buruk atau luka serta duka itu membantu kita memiliki empati. Mudah meraba rasakan pengalaman orang lain yang berbicara dengan kita. Pengalaman luka biasanya menjadi salah satu modal seorang konselor. Hanya saja kita perlu skil “mendaur ulang” emosi yang buruk itu agak bisa dipakai sebagai jalan untuk berempati.
Intinya adalah, tidak ada luka (hati) kita yang sia-sia. Makin besar luka kita, Tuhan memakai kita lebih besar. Ya, terutama dalam menolong sesama kita yang terluka jiwanya. Kita menghibur sesama dengan penghiburan yang kita terima.
Lihat saja pemimpin kelas dunia seperti Nelson Mandela, Ir. Soekarno dan Aung San Suu Kyi. Mereka memiliki masa lalu yang pahit, namun kemudian mengantar mereka menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negaranya.
Sebagai orang percaya kita percaya bahwa tidak ada kebetulan. Dia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan. Hanya kita perlu belajar, dan bantuan seseorang untuk memahami kebaikan apa yang bisa kita gali dari masa lalu yang buruk tersebut.

CARA MENEMUKAN “MUTIARA” ITU

Ada dua cara yang bisa kita gunakan untuk menggali dan mengeluarkan masa lalu kita yang buruk dan mengganggu.

1. Menemui Konselor

Tentu sangat ideal mencari seseorang untuk berbagi. Orang yang sungguh kia percayai. Mampu menyimpan rahasia dari cerita kita. Berbahagialah anda yang bisa menjalin persahabatan dengan baik, sehingga punya teman untuk berbagi sewaktu-waktu.
Masalahnya ialah, sebagian memori tadi tersimpan jauh di lubuk hati alias di alam bawah sadar kita. Sehingga untuk mengeluarkannya butuh bantuan seseorang yang cakap menggalinya. Nah, tidak semua sahabat baik kita memiliki kemampuan itu.
Solusinya adalah, kita perlu mencari seorang profesional konselor. Apakah itu psikolog, terapis atau konselor yang baik. Selain memang profesional, anda relatif lebih mudah mempercayainya. Meski kadang cocok-cocokan juga.
Terapis profesional biasanya memiliki skil dan alat tes yang membantu kita memetakan persoalan emosi, pikiran dan keinginan kita yang bermasalah (Psikolog atau psikiater tertentu). Dengan alat tes itu mereka membantu kita Menemukan masa lalu yang buruk dan orang orang yang punya pengaruh buruk dalam hidup kita.
Terapis profesional biasanya membantu Anda lewat beberapa pertanyaan untuk menggali pengalaman buruk Anda seperti yang dijelaskan di atas. Sebab selalu saja ada kenangan yang tersimpan rapat di bawah alam sadar kita. Karena sudah terlalu lama, Anda sendiripun sulit menginganya tanpa bantuan seorang yang terdidik.
Hanya saja mengunjungi terapis profesional tidak selalu mudah. Pertama, menemukan konselornya tidak selalu tersedia. Apalagi di daerah, di kota kecil. Kedua, membutuhkan dana. Terapis profesional seperti psikolog, psikiater atau terapis lainnya biasa membayar seperti halnya ke dokter.
Ya. Sama seperti saat fisik kita menderita sakit, maka pantaslah kita memeriksakan kesehatan emosi saat bermasalah. Kesehatan fisik dan jiwa sama pentingnya. Iya kan? Biasanya Dalam kondisi seperti ini kita butuh dukungan komunitas dan keluarga besar.

2. Menulis

Pintu masuk sebelum bercerita kepada seseorang atau konselor, baik Anda mencoba terbuka dengan menulis. Ya menulis. Dengan menulis seolah kita sedang bercerita pada diri sendiri.
Menulis adalah saluran energi melepas emosi negatif itu. Secara perlahan tapi pasti, emosi negatif itu keluar … keluar … Dan keluar. Luka atau “nanah” emosi itu perlahan mengering.
Dalam beberapa kasus yang berat, memulihkan luka masa lalu tentu tidak sesederhana itu. Kalau berat kita tetap baik menemui konselor profesional seperti saran di atas.
Tulisan kita tidak harus bagus. Toh pertama-tama kita menulis bukan untuk dipublikasikan. Itu milik Anda sendiri. Kalau Anda kuatir dibaca orang lain, simpanlah baik-baik dengan cara membuat sandi di arsip komputer, ponsel atau agenda Anda.
Bagi yang sudah mulai pulih dan berani berbagi sebagian masa lalu anda, maka ngblog bisa menjadi sarana self-talk. Kegiatan positif yang sekaligus menjadi Sarana terapi yang baik, terutama menulis untuk sahabat dan relasi kita. Kadang tulisan sederhana yang berupa catatan harian.
Dengan Menulis kita seperti sedang berenang di kolam relung hati kita yang kotor. Dengan menulis kita membongkar topeng-topeng diri dan membersihkan kotoran jiwa. Menulis bagaikan memberikan anti-septik bagi hati kita yang masih terluka karena masa lalu.
Tidak hanya itu, bagi mereka yang sudah membiasakan diri menulis pengalaman ini bisa menjadi buku. Itulah yang Penulis lakukan sejak 2003, menuliskan pengalaman hidup masa lalunya . Menemukan maknanya, lalu berbagi dengan sesama yang “terluka” juga. Mengkompilasinya, lalu jadilah dua buku yang diterbitkan Gramedia. “Seni Merayakan Hidup yang Sulit” dan buku “Mencinta Hingga Terluka”. Keduanya terinspirasi dari masa lalu Penulis yang kelam dan buruk. Oleh berkatNya kedua buku itu menjadi berkat.

PENUTUP

Dalam pengalaman membantu klien kami menggunakan dua cara membantu pemulihan dari masa lalu yang buruk: pengakuan dan menuliskan. Mengajar mereka mendaur ulang pengalaman buruk tadi dalam anigerahNya menjadi kebaikan di masa kini, untuk diri sendiri dan orang lain yang mengalami luka yang sama.

Julianto Simanjuntak

Sumber : http://www.pedulikonseling.or.id

Meluluhkan Sang Tiran (orang yang otoriter)


tyrantMELULUHKAN SANG TIRAN
(Orang Yang Otoriter)[1]

Dia berani menghadapi salah satu Presiden Amerika Serikat dan menyeretnya turun dari kursi kepresidenan, sesudah Presidan dan orang-orangnya bukan hanya mengancam akan menyerangnya secara fisik, tetapi juga mengancam menghabisi profesi dan keuangannya.
Apa yang menjadi tujuannya bukanlah manipulasi politik, melainkan mengemukakan kebenaran—akhirnya, kebenaranlah dan bukan Katharine Graham dari Washington Post –yang membuat Richard Nixon yang brilian namun tidak bijaksana itu meluncur jatuh dari garis sejarah.

Katharine Graham nampak berdiri kokoh penuh tekad, tidak bergeming meskipun menghadapi berbagai kekacauan hukum, media massa, kekacauan sosial dan politik dalam skandal Watergate yang sangat menghebohkan itu.
Selain orang-orang terdekatnya, siapa yang menduga bahwa Katharine Graham bisa mewarnai sejarah negara Amerika Serikat sesudah tahun-tahun penuh penderitaan dan penindasan oleh suaminya yang sewenang-wenang?
Katharine baru mengenal Phil Graham beberapa kali melalui berbagai acara sosial sebelum Phil melamarnya. “Saya terpesona dan terpukau,” Katherine melaporkan dalam autobiografinya tahun 1997. “Saya merasa sangat tersanjung—pria brilian yang memukau, menawan hati banyak orang dan mempesona ini mencintaiku!”
Phil Graham berasal dari keluarga miskin yang tinggal di Florida, namun sebagai presiden Harvard Law Review kehidupan Phil Graham dikelilingi oleh koneksi-koneksi yang sangat kaya raya. Dengan sedikit enggan, dia menerima tawaran untuk pindah menduduki manajemen puncak Washington Post yang dimiliki mertuanya, ayah Khatarine. Graham menduduki jabatan sebagai salah satu pemilik Washongton Post pada usia tiga puluh satu tahun. Karismanya yang luar biasa menarik perhatian para gubernur negara bagian dan kepala perusahaan-perusahaan multinasional serta para tokoh di bidang media massa.
Di rumah, Katharine dengan sukarela merelakan diri menjadi korban sisi gelap Phil Graham. “Anehnya, saya seakan-akan menikmati benar menjadi isteri yang bagaikan pembantu. Apapun alasannya, saya suka didominasi,” tulis Katharine. “Saya benar-benar terpesona dan terpukau oleh Phil, namun saya juga sedikit jengkel…karena merasa terlalu sangat bergantung kepadanya.”
Keluarga Graham ini menggambarkan dengan pas sekali apa yang dilukiskan Dr. Susan Forward dalam Emotional Blackmail, di mana korban sering dibawah sadar (subconsciously) mendorong diri mereka sendiri untuk secara psikologis “dipukuli lagi dna lagi” melalui perilaku yang memberikan ganjaran positif, terus menerus menghidupkan atau gagal menghalangi terjadinya pelecehan/penganiayaan.
Berbagai pertengkaran hebat dalam pernikahan biasanya mengembangkan pola “terpicu oleh alkohol, minta maaf lalu mengurangi mabuk-mabukkan.” Sebagaimana yang digambarkan Katharine, “Kami tidak pernah bertengkar di depan umum—biasanya kemarahan besar itu akan meledak sesudah kami meninggalkan suatu tempat dan biasanya terpicu hanya oleh hal yang sepele…. Ia nampaknya selalu menyambar alasan sekecil apa pun untuk meluapkan kemarahannya.

TAKTIK MENGENDALIKAN orang yang sewenang-wenang

Graham terus berusaha agar Katharine menemaninya ke mana-mana, bahkan mendorong Katharine untuk mengembangkan kemampuan profesi dan intelektualnya, namun kata-katanya terus-menerus menyerang Katharine dan membuatnya menjadi bahan tertawaan dan bahan olok-olok keluarga.
Serangan-serangan ini “pelan-pelan menggerogoti seluruh rasa percaya diri saya,” tulis Katharine, tetapi “Saya masih sangat terpesona olehnya sehingga saya tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang berlangsung.”
Akhirnya, penderitaan Katharine yang tersembunyi ini pun diketahui oleh masyarakat luas karena serangan depresi yang diderita Phil berulang kali, tumpang tindih dengan perselingkuhan yang dipamer-pamerkannya, perilaku aneh di depan umum serta kesukaannya berfoya-foya dan memborong belanjaan sebanyak-banyaknya.
Ketika Phil mengumumkan bahwa ia tidak hanya merencanakan menikahi wanita simpanannya tetapi juga berniat untuk tetap memegang saham terbesar Washington Post yang diberikan oleh mertuanya, Katherine akhirnya maju menguatkan diri. Phil boleh saja meninggalkan dia—tetapi tidak boleh membawa perusahaan yang menjadi warisan keluarganya.
Menurut Patricia Evans dalam The Verbally Abusive Relationship, mereka yang terbiasa menyakiti orang lain baik secara fisik maupun perasaan biasanya tidak menyangka akan mendapatkan perlawanan. Phil Graham pun terkejut sekali.
Katharine memenangkan perebutan menyelamatkan Washington Post. Dia juga bertekad bulat untuk melindungi dirinya dari aniaya. Phil Graham sangat beruntung karena setelah berbulan-bulan keluyuran dengan wanita simpanannya akhirnya ia diterima kembali memasuki kehidupan Katharine dan kembali ke rumah tangga mereka. Dia ditemukan menderita manic depression, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan gangguan bipolar/bipolar disorder.
Penderita gangguan bipolar masa kini bisa mendapatkan perawatan yang baik. Akan tetapi pada masa itu, gsnggguan bipolar membuat Graham terperangkap keputusasaan. Tidak lama sesudahnya dia mengakhiri kehidupannya yang bergejolak namun sebenarnya penuh potensi menjanjikan itu dengan menembak dirinya sendiri.
Meskipun menderita banyak trauma batin, dalam beberapa hal Katharine Graham sangatlah beruntung. Dia memiliki keluarga yang kaya, keamanan finansial dan keempat anaknya tumbuh dnegan baik. Dia juga terbukti mewarisi darah leluhurnya yang mengantar mereka menjadi salah satu kekuatan terbesar dalam dunia media massa di Amerika.
Ketika Phil masih hidup dan Katharine harus berjuang mempertahankan perusahaan warisan keluarganya ini, dia dikelilingi oleh orang-orang yang sangat yakin bahwa Katherine akan mampu menjadi nahkoda Post. Dia juga dilindungi oleh sekelompok karyawan perusahaan yang sangat handal dan wartawan-wartawan yang berbakat dan sangat loyal kepadanya. Lama tertindas oleh kekuatan yang sama sekali tidak mampu dilawannya, Katharine Graham akhirnya belajar untuk mengggunakan berbagai kekuatan di luar dirinya secara konstruktif.
Ketika Katharine Graham akhirnya membuka keterlibatan orang-orang terkenal di dunia yang terlibat skandal Watergate, dia menunjukkan kemampuan luar biasa dalam hal independensi (kemerdekaan), keberanian dan tekad. Tetapi seperti orang lain, selama dia menundukkan diri dan menyerah kepada kontrol dari luar yang menganiayanya, maka kehidupan pribadinya diwarnai banyak penderitaan. Perhatikan tabel …

Faktor-faktor Eksternal dalam Pengambilan Keputusan
(Bisa Digunakan sebagai Alat Memaksakan Kepatuhan)
Paksaan (Coercion)
oleh mereka yang memegang kuasa untuk menghukum
Upah (Reward)
oleh mereka yang memegang kendali atas sumberdaya terlihat maupun tak terlihat
Keahlian (Expertise)
Oleh mereka yang menganggap diri mempunyai keahlian luar biasa
Karisma (Charisma)
Oleh mereka yang kepribadiannya sangat menarik sehingga membuat orang lain merasa tidak ada apa-apanya
Otoritas (Authority)
Oleh mereka yang dengan susah payah mendapatkan atau diberi wewenang/otoritas
Pengetahuan (Knowledge)
Oleh mereka yang dianggap lebih bijaksana, lebih pintar atau lebih berpengetahuan

Siklus *Tirani/ (kesewenang-wenangan)

Perubahan “mood”/perasaan Phil Graham—dari perilaku memikat hati menjadi penganiaya dan kembali menjadi lembut lagi—umum dijumpai pada siklus orang yang suka menganiaya. Sebagaimana yang ditemukan oleh Katharine Graham, mereka yang hidup bersama dengan orang seperti ini akan menjumpai diri mereka turun derajat menjadi seperti bola tenis: Bam! Dipukul sekeras-kerasnya ke satu arah, kemudian bum! Dihajar kembali ke arah yang sebaliknya.
Pertama, orang yang suka menganiaya menampilkan diri mereka sedemikian rupa untuk menawan hati orang lain baik secara emosi, sosial maupun fisik. Kemudian, ketegangan akan meningkat karena dia mulai mengirimkan berbagai gelombang kekacauan—kadang-kadang khusus/eksklusif hanya untuk orang terdekatnya saja.
Sesudah itu mulai muncul berbagai serangan verbal yang tajam atau ledakan kemarahan. Jika ini dimotori oleh alkohol atau obat-obatan yang mengacaukan pikiran maka ledakannya akan menjadi lebih sering dan lebih panas. Akhirnya, orang yang menganiaya ini akan menarik diri dan seakan-akan bersembunyi di balik ilusi ketenangan dan perasaaan teduh, bahkan penyesalan, sehingga sering membuat korban kembali terperangkap.

Batasi agar Anda tidak sering bergaul dengan pemarah. Emosi mereka menular dan karenanya Anda akan merusak jiwamu sendiri.
PENAFSIRAN DARI AMSAL 22:24-25

Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang suka menganiaya keluarganya seringkali menunjukkan gejala di perbatasan gangguan kejiwaan. Orang-orang seperti ini luar biasa waspada, terus menerus mencurigai adanya penghianatan, kadang bahkan sampai bisa menemukannya di tempat yang sebenarnya tidak ada. Radar sosial mereka yang begitu melenceng membuat mereka sama sekali tidka bisa diandalkan, selalu terombang-ambing. Orang dengan pribadi seperti ini pada akhirnya akan patah karena mereka tidak percaya kepada orang yang dapat diandalkan dan menaruh percayanya justru pada mereka yang curang/berkhianat.
Pikiran Phil Graham yang bingung membawanya kepada pola seperti ini. Dia menyerang dengan kata-kata tajam dan menyakitkan bukan hanya kepada istrinya yang setia, tetapi juga kepada teman-teman baiknya dan bahkan pada Presiden John Kennedy yang adalah temannya. Yang mebuat karir, keluarga dan kekayaannya terancam, bukanlah musuh yang dibayangkannya tetapi serangan-serangannya yang konfrontasional, membakar dan menghina.
Terobsesi oleh keinginannnya untuk mengatur dan mengendalikan segala sesuatu dan siapa saja yang ada di sekitar dirinya, orang-orang yang sewenang-wenang ini biasanya memiliki konsep diri yang sangat kacau, hati yang kosong, depresi kronis dan tidak mampu menenangkan atau meneduhkan dirinya sendiri. Sebagai orang yang menderita adiksi hubungan/relationship addict, mereka berusaha keras diterima atau dinilai tinggi oleh orang lain dan tersiksa oleh berbagai rasa takut yang saling bertolak belakang satu sama lain:
  • Takut akan ditinggalkan oleh orang-orang yang paling dikasihi atau teman baik
  • Takut akan tercekik oleh kedekatan hubungan sebab hubungan yang dekat akan menipiskan kendali atau kewenangannya.

Melekat erat, panik, menolak. Melekat erat, panik, menolak. Inilah siklus yang umum ditemui pada orang-orang yang suka mengendalikan. Tidak heran jika orang yang seperti ini akhirnya sengsara karena hubungan-hubungan yang berantakan, isolasi sosial maupun kehilangan dukungan sosial.
John N. Briere, seorang dosen di University of Southern California School of Medicine, menemukan kaitan yang snagat kuat antara gejala yang nampak pada orang-orang yang cenderung suka menganiaya dengan masa kanak yang sangat menderita, baik penderitaan fisik maupun perasaan.
Kita cenderung menganggap bahwa ibulah yang paling membentuk dan mewarnai kepribadian seorang anak. Tetapi para peneliti menemukan bahwa penolakan seorang ayah umumnya merubah seorang anak kecil (laki-laki) yang sangat berharga menjadi “teroris” keluarga bagi isteri, anak-anak dan masyarakat di masa depannya.
The Abusive Personality oleh Donald G. Dutton, mencatat bahwa kontributor terbesar di masa kanak yang membuat seseorang berkembang menjadi penganiaya menurut urutan yang paling penting adalah:
1.     Yang dirasakan anak akibat penolakan sang ayah
2.     Yang dirasakan anak akibat “dinginnya” tanggapan si ayah
3.     Aniaya fisik dari ayah
4.     Aniaya verbal dari sang Ayah
5.     Yang dirasakan anak akibat penolakan sang Ibu

Yang disebut aniaya, bukan hanya terbatas kepada aniaya fisik saja. Aniaya fisik hanya menyakiti tubuh, tetapi justru “serangan yang terus-menerus terhadap harga diri seorang anak” yang dilakukan di depan umum, hukuman-hukuman acak, serta serangan kata-kata tajam terhadap kepribadian seorang anaklah yang memberikan sumbangan besar terhadap terbentuknya kepribadian penganiaya fisik maupun emosi. Demikian menurut Dutton.
“Jika saya harus memilih satu saja tindakan tunggal yang dilakukan orang tua yang paling memberi sumbangan terhadap terbentuknya pribadi penganiaya,” demikian kata profesor psikologi dari University of British Columbia ini, “maka saya akan menunjuk pada dipermalukan oleh sang ayah.”*8

Tentang keuletan/ketabahan, masih tetap misteri bagi kami soal bagaimana seorang yang sudah diinjak-injak, dikurung, dipukuli, dibenci dan dibuang bisa…akhirnya bangkit seperti burung Phoenix yang muncul dari debu.
GINA O’CONNEL HIGGINS
Resilient Adult:overcoming a Cruel Past

Orang dewasa yang mengalami trauma masa kecil seringkali memiliki struktur saraf yang sudah melenceng/terpelintir sedemikian rupa sehingga pemicu yang sangat kecil sekali pun akan mengguncang dan menimbulkan reaksi yang sangat berlebihan. Sama seperti korban gangguan stress pasca trauma /post traumatic stress disorder, maka anak yang pernah dianiaya atau ditelantarkan orang tuanya di masa kecil akan memendam campuran kemarahan, rasa malu, rasa tidak percaya dan kecemasan yang sifatnya sangat mudah meledak. Begitu anak ini menjadi dewasa, apa yang dulu dipendamnya akan mulai naik dan meledak ke permukaan. Baik dia sendiri maupun pasangannya yang romantis—sosok baru yang menggantikan kedekatan yang diharapkannya dari orang tua—menyadari bahwa di hadapannya ada gunung yang bisa sewaktu-waktu meletus.
Dutton mengatakan bahwa “sesudah beberapa kali meledak maka kecenderungan menganiaya itu menjadi tertanam di dalam sistem. Mereka menjadi terprogram untuk melakukan aniaya terhadap orang-orang dekatnya.” Anak yang dulu jadi korban trauma itu sekarang tumbuh menjadi yang menganiaya, dan kecenderungan yang dipendam sangat dalam biasanya akan bertahan hebat tidak mau diubah. Ketika perilaku yang sangat meminimalkan hubungan ini diterapkan terhadap orang yang paling dekat, maka pihak luar hampir-hampir tidak bisa melihat bahwa ada orang yang sedang berperan bagaikan Jekyll dan Hyde **(kisah seseorang dengan kepribadian ganda yang saling bertentangan satu sama lain. Satu sisi sangat baik, satu sisi sangat buruk.).


Dalam kasus seperti ini, orang di luar mereka akan melihat korban sebagai sosok yang suka mengeluh, tidak tahu terimakasih atau sosok yang sedikit gila ketika dia seringkali mengeluhkan pasangannya; sedangkan pasangan si korban dipandang orang lain sebagai orang yang sangat baik atau paling tidak dia bukan orang yang berbahaya.. Siapa yang yang ingin bertahan selamat dari kasus semacam ini perlu belajar bagaimana mempergunakan semua Faktor-faktor Pengambilan Keputusan dari Luar Diri Kita (hal…) yang sering digunakan oleh para penganiaya untuk menganiaya.
Katharine Graham melatih menggunakan kekuatan dari luar ini. Ia mempunyai dan memenangkan sekutu-sekutu yang memiliki keahlian dan pengetahuan dan otoritas yang menolong dia menang dalam peperangan melawan hukum dan politik perusahaan dan berhasil mempertahankan warisan keluarganya, koran terkenal Washington Post.

TIRAN KELAS *dua/teri

Mungkin tiran/orang yang sewenang-wenang dalam keluargamu, tidaklah semengerikan Phil Graham. Namun tiran kelas dua sama saja seperti uranium kelas dua, tetap membuat anda beresiko terpapar radiasi.
Dalam berbagai lokakarya Kebiasaan-kebiasaan Keluarga yang saya adakan, para peserta menawarkan kidah-kisah mereka sendiri untuk dibahas dalam kelompok. Pertimbangkan beberapa kisah tiran dalam keluarga ini, dan kemungkinan-kemungkinan respon seperti apa yang bisa Anda berikan Apa yang akan anda kerjakan jika Anda menghadapi tiran semacam ini di dalam keluargamu?

  • Tukang Cuci Mobil. Orangtua Anette memintanya datang. Anette harus menyopir mobil menempuh jarak seraus limapuluh mil pulang pergi untuk mencucikan mobil van mereka tiap bulan. Tempat cuci mobil di kota tempat orang tuanya berdiam, cukup “murah dan bagus” kata Anette, tetapi orangtuanya bilang bahwa tidak ada seorangpun yang mencuci mobil mereka sebersih dan secemerlang seperti Annete. Sesudah mobilnya dicucikan, mereka tidak lalu mengajak Annette berjalan-jalan mengunjungi teman atau mengundang dia masuk ke dalam rumah—mereka hanya ingin mobil vannya di bersihkan, itu saja! Jika Anette tidak mau, dia akan didiamkan oleh kedua orangtuanya.
  • Terlambat!. Suami Cherie minta makan malam harus selalu tersedia jam 6 tepat. Dia tidak peduli bahwa Cherie harus merangkap menjadi sopir bagi lima orang anak mereka, bukan hanya ke sekolah tetapi juga ke latihan dan pertandingan basket, sepakbola dan berenang serta ulang tahun teman. Jika makan malam lewat sedikit dari jam enam Gerald dengan wajah cemberut akan memilih tidur di kamar tamu.
  • Nenek Baik Hati. Albert yang berumur tiga puluh tahun, istrinya dan tiga orang anaknya pindah ke lantai bawah rumah ibunya, rencananya hanya untuk satu buan saja. Dengan cepat mereka mengambil alih dan menguasai seluruh rumah dan mengharapkan nenek yang selalu menyediakan makanan mereka, membayar segala sesuatu yang mereka perlukan, mengambili dan menata barang-barang yang berantakan…dan satu bulan pun mundur menjadi satu tahun. Nenek yang sangat kelelahan ini tidak tahu harus bagaimana meminta mereka keluar dari rumahnya tanpa membuang Albert, anaknya.
  • Isteriku, Milikku dan Hakku. Jika Glen terbangun jam dua pagi dan dia sedang menginginkan hubungan badan, maka ia akan mencolek Frances dan meminta dilayani. Glen berpikir “Ah..ini kan sudah hakku, aku yang kerja cari uang untuk menghidupi mereka.”
  • Mama Pengatur. Gay akan menikah. Ia menunggu sampai saat yang tepat untuk memesan gaun pengantinnya, supaya gaun yang diimpi-impikannya itu bisa pas benar dengan ukuran tubuhnya. Sementara itu, secara sembunyi-sembunyi ibunya membayar seorang penjahit untuk membuat duplikat gaun pengantinnya yang dipakainya dua puluh lima tahun yang lalu—model gaun itu sama sekali tidak cocok untuk Gay karena bentuk tubuh mereka sangat berbeda. Mamanya yang berusia lima puluh tahun itu marah besar karena Gay dianggapnya tidak tahu berterimakasih.
  • Gila banget! Kevin pindah ke rumah istrinya, Gloria. Karena dia sangat suka peanut butter dingin, maka dia menaruh satu botol peanut butter di lemari es. Keesokan harinya, dia menemukan peanut butter-nya tersimpan di lemari, semua sudah tidak dingin sama sekali. Dia mengembalikannya ke lemari es. Besoknya peanut butter kembali ke lemari lagi dengan catatan “Kevin—peanut butter ini harus tetap disimpan di lemari dapur, sebab di situlah tempat yang seharusnya.” Okey, jadi mungkin dia (Kevin) yang aneh. Tetapi Gloria juga memberitahu dia untuk TIDAK menggantung jaketnya di tempat tertentu; TIDAK BOLEH mengisi freezer dengan jenis es krim tertentu selain satu jenis yang disukai Gloria; dan benar-benar TIDAK boleh menyalakan lebih dari satu bola lampu di satu ruangan. Ini adalah rumah Gloria, dan seorang suami tidak boleh begitu saja merusak sistemnya.
  • ***
Orang-orang yang menghadapi anggota keluarga yang bagai tiran kelas dua ini merasa stres, diremehkan dan kehilangan semangat. Apa yang harus dilakukan?
Dalam sebuah kisah yang pantas masuk dalam acara TV terkenal Prime Time Live, Abigail menunjukkan strategi cerdas untuk mengempiskan kewenangan seorang tiran di dalam keluarga. Kisahnya bisa langsung Anda baca di 1 Samuel 25. Kisah ini begitu menarik sehingga tidak aneh jika Abigail sangat terkenal dalam loka-karya keluarga yang saya adakan di gereja-gereja. Di sebuah bangsa (USA) yang berdasarkan laporan jajak pendapat Gallup 95% dari populasinya percaya akan Allah dan 65% mengaku sebagai anggota jemaat sebuah gereja tertentu maka kisah Abigail mempunyai banyak relevansi dengan korban aniaya di abad 21 ini.
Nabal, Suami Abigail suka minum-minum dan impulsif. Nabal membuat kesalahan besar karena memicu kemarahan Daud, seorang pria yang dengan cepat mampu mengumpulkan empat ratus orang yang melarikan diri dari hukum. Mereka bersumpah untuk tidak hanya membunuh Nabal, tetapi juga semua pria yang bekerja untuknya. Semua laki-laki di rumah it akan dibunuh. Habis perkara!
Nabal sama seperti para penganiaya masa kini. Mereka tidak hanya melukai keluarganya secara langsung tetapi juga mengundang kesengsaraan tidak langsung bagi keluarganya. Jika penganiaya seperti ini adalah pria, maka isteri dan anak-anaknya terpaksa mengambil alih tanggungjawabnya sebagai ayah, sebab terlalu beresiko untuk menyandarkan diri kepada seseorang yang tidak bisa di duga, dan kadang meledak-ledak. Reputasi keluarga menjadi hancur lebur karena tindakan sang penganiaya yang sama sekali tidak bertanggung jawab, isteri dan anaknya menjadi malu dan terasing dari kehidupan masyarakat. Perilaku antisosial juga mengundang tindakan hukum oleh sistem hukum yang berlaku dan lembaga penegakan hukum, sama seperti Nabal mengundang tindakan gerombolan di bawah pimpinan Daud; bukan hanya mengancam Nabal saja akan tetapi juga mengancam seluruh keluarganya. Serangan tidak langsung yang dilakukannya terhadap keluarganya sendiri ini membuat mereka terluka dan menekan; baik secara emosi, finansial, spiritual, fisik maupun sosial, menorehkan luka yang tak terlihat namun menyakitkan dan menghancurkan generasi demi generasi dalam keluarga.
Melihat bahwa Nabal terancam bahaya besar, maka salah seorang pelayannya memberitahu Abigail, yang mampu melihat adanya bahaya dan kesempatan sekaligus. Kemampuannya berpikir strategis membuat dia lari meninggalkan bahaya dan mengejar kesempatan. Dia memperteguh kemenangan ini dengan secara bijak mendengarkan nasehat bawahannya, sekutunya yang berharga, dan memanfaatkan keadaan yang menguntungkan—Nabal yang sedang tidak sadar. Abigail pun berangkat membawa persembahan perdamaian.

Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.
Amsal 22:3

Dengan kemauanya yang keras namun penuh diplomasi, Abigail berhasil bernegosiasi dengan Daud yang nantinya menjadi raja Israel. Saat itu, Daud masih dipenuhi keinginan membunuh dan dia membawa para pendukungnya untuk membalas dendam. Sedangkan Nabal, sesudah sadar dari minum-minum akhirnya menjadi sangat ketakutan. Ia hampir saja mati. Prospek bahwa dia akan terpaksa menghadapi hukum rimba langsung melenyapkan semua kesombongan,dan kemarahannya—secepat kilat.



[1] Materi tambahan Kuliah di Program Konseling JAFFRAY Jakarta dan Makassar. Diterjemahkan dan Disadur dari Diambil dari Buku “Healing Your Family Tree”, karya Beverly Hubble Tauke, Tyndale Publishing House

Membangun Perasaan Berarti


Kasus

Seorang Ibu, sebutlah Berta (samaran) merasa dirinya tidak berarti. Padahal Suaminya kaya, Orangtuanyapun berada. Rumah bertingkat, mobil empat dan mertua berpangkat, wajahpun menawan. Aneh…
Sumber utama perasaan itu ternyata karena sang suami punya kebiasaan main perempuan. Dia merasa sudah berusaha menjadi istri yang baik.
Belum lagi Mertua dan ipar sering menyalahkannya, Seolah dirinyalah penyebab suami suka main perempuan. Dia merasa sudah melakukan banyak hal, tapi tetap saja sang suami lebih banyak di luar rumah dengan para wanita idamannya.
Ia membandingkan diri dengan saudaranya, semuanya berhasil. Saudara iparnya juga semua nampak happy. Ia malu punya suami pemabuk, suka main perempuan. Berta makin minder dan bertumbuhlah merasa tak berguna.
Untuk mengusir rasa sepi dan tidak berarti, Berta mencoba aktif di pelayanan sosial. Dia suka menyumbang rumah ibadah dan si miskin. Namun perasaan tidak berarti tak kunjung pergi. Ia mulai putus asa, apalagi perilaku suami makin gila, karena suka berjudi. Berta memilih mengakhiri diri dengan bunuh diri.

Tak Bisa Berbohong

Hati memang tak bisa dibohongi. Jika kita merasa berarti, kita happy, tapi jika tidak ya sebaliknya, Bisa sedih, sepi, dan mudah kecewa.
Tapi masih ada saja manusia mencoba membohongi diri dan sesamanya. Perasaan tidak berarti ditutup-tutupi dengan pelbagai cara.
Ada yang menutupinya dengan memakai pakaian dan perhiasan mahal; atau dengan mengejar gelar dan jabatan yang tinggi. Ada pula dengan cara memiliki mobil atau rumah mewah. Ada pula yang aktif menyumbang anak panti atau yayasan sosial lainnya. Namun setelah memiliki dan menjalani semua itu tetap saja perasaan tidak berarti menggeroti dirinya.

Depresi dan Bunuh Diri

Salah satu penyebab mudah stres adalah perasaan tidak berarti. Merasa tidak dihargai, dan tidak berharga bagi orang lain. Sebagian kasus bunuh diri juga karena besarnya perasaan ini, tidak berarti. Makin tidak berarti perasaan seseorang, makin mudah timbul perasaan putus asa. Pikiran mereka diantaranya adalah:
“Jika aku mati, toh tak ada yang sedih atau peduli….lebih baik aku mati saja…”
Nah betapa berbahayanya jika seseorang tidak memiliki perasaan berarti. Jangan pernah membiarkan perasaan itu tumbuh dalam diri Anda atau anggota keluarga.

Membangun Perasaan Berarti

Perasaan berarti berhubungan dengan harga diri. Mereka yang memiliki self esteem yang baik, maka mudah menumbuhkan perasaan berarti. Ada beberapa pengalaman penting yang membangun perasaan ini:

1. Dicinta Orangtua

Harga diri yang baik tumbuh karena merasa dicintai, Memiliki pengalaman positif dengan orangtua, terutama saat kecil di rumah. Betapa penting ortu berkata pada setiap anak: “Kamu sangat berart bagi Papa/mama”. “Dunia ini sepi rasanya tanpa kehadiranmu” dll
Dengan mendapat kasih sayang, pujian dan sentuhan emosi yang cukup maka perasaan berarti tumbuh dengan baik. Usahakan juga anak memiliki prestasi dan kemampuan di bidang tertentu. Kelak skill tersebut digunakan di masa dewasa dan dia merasa berguna.

2. Keluarga Yang Harmonis

Harga diri dan perasaan berarti makin bertumbuh saat memasuki perkawinan. Pasangan dan anak ikut mempengaruhi harga diri Anda, makin positif atau sebaliknya. Jika anda menikah dengan orang yang cocok, dan membangun pernikahan yang harmonis, maka perasaan berarti itu makin bertumbuh.
Perkawinan yang baik (harmonis) terbukti bisa memulihkan trauma masa lalu Anda, termasuk harga diri yang kurang. Karena itu pertimbangkanlah dengan matang sebelum anda memilih teman hidup.
Jika sudah berkeluarga, fokuslah memberi waktu dan energi kebahagiaan Anda pertama-tama pada pasangan dan anak. Jangan memberi waktu yang sisa, sebaliknya bangunlah perasaan dicinta pada anak dan pasangan Anda.

3. Karir yang Baik

Selain perkawinan yang baik, maka karir sangat menentukan kepuasan hidup kita. Jika kita bekerja di bidang yang sesuai, kita sukai, dan dibutuhkan orang banyak kita akan puas dan bangga.
Apalagi bekerja di tengah atmosfer kantor, memiliki bos dan rekan kerja yang saling membangun. Inipun membangun perasaan berarti. Tentu tak lupa, dukungan finansial yang memadai.

4. Berbuat Baik

Membangun perasaan berarti dimulai dengan berbuat baik. Lakukanlah hal yang baik, dan jauhkanlah hal yang jahat. Cintailah dengan segenap hati orang terdekat kita, anak dan pasangan.
Menjadikan mereka merasa dicintai dan berharga, dan mereka akan memancarkan kembali kebaikan itu pada kita. Jika memungkinkan berbagi kebaikan kepada orang lain yang membutuhkan. Baik dalam bentuk uang, barang, pujian, waktu atau ketrampilan yang membuat orang berubah dan mendapat berkat. Ketika melihat orang lain bahagia, kitapun ikut merasakannya.

Penutup

Disamping hal-hal di atas, Memiliki hubungan pribadi dan akrab dengan pencipta juga penting untuk memiliki perasaan berarti. Seperti Perkataan Raja Salomo ini:
“Siapakah yang dapat menikmati hidup, bisa makan dan bersenang-senang tanpa Allah? Sesungguhnya Dialah yang memberikan hikmat, pengetahuan dan kebahagiaan kepada orang yang menyenangkan hati-Nya.”
Semoga berguna.

Julianto Simanjuntak

Sumber : http://www.pedulikonseling.or.id

Pengampunan Berisiko


Pintu perdamaian dan kebahagiaan, pintu itu hanya bisa dimasuki dengan membungkuk.
Umumnya kita pernah konflik dan terluka. Namun sebagian kita yang terluka tidak tahu bagaimana cara terbaik menangani luka atau memaafkan. Ada dua sikap ekstrim yang sering kami jumpai: menyimpan kemarahan alias dendam dan mengabaikan luka alias anggap remeh. Bagi Anda yang mengampuni dengan cara mengabaikan luka ini tindakan yang sangat berbahaya. Sebab Jenis pengampunan seperti ini justru menghambat seseorang untuk bertobat.
Saya pernah menyimpan kemarahan kepada seorang teman saat masih kuliah dan tinggal di asrama. Saya diremehkan dengan kata-kata saat makan bersama. Setiap mau tidur, kalimat pelecehan itu terngiang-ngiang. Nyaris selalu mengambil sebagian waktu saya sebelum tidur. Sementara saya berpura-pura tidak ada masalah dan tetap berteman. Tapi hati saya pahit setiap bertemu dia. Setelah setahun saya memutuskan untuk menyatakan perasaan itu, dan kamipun berdamai. Indahnya pengampunan.

PENGAMPUNAN BERISIKO

Inilah contoh ungkapan pengampunan yang berisiko:
  • “Ohh Tidak apa-apa”. Ini adalah sikap menyetujui perbuatan yang salah atau menyangkal bahwa ada kesalahan.
  • “Ahh, ngga masalah kok, Itu bukan hal besar; tidak usah diributkan lagi”. Ini sama saja dengan mengecilkan kesalahan yang dibuat.
  • “Saya tahu kok, kamu dalam keadaan stress akhir-akhir ini.”. Ini sama saja membenarkan apa yang dilakukan orang yang melakukan kesalahan.
Tanggapan lemah seperti diatas benar-benar mengacaukan dan membengkokkan berbagai nilai seperti : kebaikan, kemurahan hati dan keadilan. Ini juga memperkuat sikap yang menolak keterbukaan dan pertanggungjawaban.
Sementara itu di sisi yang lain ada kelompok orang yang suka menyimpan dendam. Mereka menolak memaafkan. Tidak sudi berlaku baik hati pada mereka yang pernah melukai. Mereka bertahan sakit hati dan ingin membalas dengan tujuan mereka yang bersalah merasa (tetap) tersiksa.
Jika kita memilih sikap untuk tidak mengampuni kita bisa menjebak diri sendiri ke dalam empat respon berikut ini: menjadi suka mengkritik, cenderung meremehkan, suka membela diri dan akibatnya sulit untuk dipulihkan.
Orang yang memendam dendam meracuni diri sendiri. Sebab kemarahan dan sakit hati yang kita simpan itu akan menular. Membuat emosi tidak nyaman, pikiran kacau bahkan hinggga bisa membuat badan sakit. Anda membayar harga yang terlalu mahal untuk sebuah dendam.

VIRUS DENDAM

Sebelum Papa kami bertobat, bertahun-tahun ia tidak bicara dengan Abang kandungnya. Menyimpan kemarahan karena perbedaan pendapat. Mereka menolak saling bertemu. Kalau bicara selalu negatif, dan masing-masing membenarkan diri dan menyerang saudaranya.
Untunglah suatu hari Papa mengalami sentuhan kasih Tuhan, dia pergi ke rumah abangnya yang sedang sakit serius. Untuk berdamai dengan abangnya. Membagikan kasih dan pengampunan yang ia terima. Sejak itu hati Papa lebih damai, dan bersikap positif terhadap saudaranya ini.
Pribadi dan Keluarga yang dipenuhi dengan racun dendam akan dilumpuhkan dan dimatikan. Dendam atau sakit hati laksana virus. Para peneliti menemukan bahwa saat pasangan memendam dendam dan menolak rekonsiliasi, stres yang dihasilkan konflik ini mengakibatkan tingkat terkena penyakit naik 35% lebih tinggi dari situasi normal.
Sebaliknya, pikiran yang sudah bersih (tanpa dendam) menunjukkan perbaikan menuju kesehatan yang luar biasa bagus. Dalam Spontaneous Healing, Andrew Weil, MD., menggambarkan para pasien yang menunjukkan berbagai gejala penyakit autoimunitas — termasuk rematik arthritis dan lupus, nyeri-nyeri dan kelelahan yang kronis — gejala-gejala tersebut menghilang saat para pasien itu jatuh cinta. Jadi jika kasih/cinta “disuntikkan” kepada tubuh yang penuh penyakit, hasilnya positif: kesembuhan.
Masalahnya kalau sudah ada dendam, perlu upaya mediasi untuk rekonsiliasi. rekonsiliasi bukanlah sesuatu yang sifatnya sepihak tetapi “dihasilkan dari perilaku kedua belah pihak yang saling bisa diandalkan oleh satu sama lain.. Dalam kondisi ini konselor atau mediator sebagai pihak ketiga dibutuhkan.
Raja Salomo, menyatukan kebenaran sains dan kebenaran rohani tentang memaafkan. Dia berkata, "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang."

LANGKAH REKONSILIASI

Langkah pertama memperbaiki kerusakan di dalam hati kita adalah dengan perlu memahami secara objektif situasi hubungan yang ada sekarang dan bagaimana sejarahnya.
Usahakanlah menemukan pemahaman, empati, dan belas kasih baik bagi diri Anda sendiri maupun bagi orang yang melukai Anda.
Dan akhirnya, bangunlah imanmu, sebab iman dapat menenangkan pikiran kita mengatasi segala keyakinan lainnya, mematikan semua penalaran tidak produktif yang seringkali mengerami pikiran kita.
Jika ada satu orang saja di dalam keluarga memutuskan mau berdamai dengan sungguh maka keluarga itu akan bisa membuat perubahan besar dari keadaan yang penuh kemarahan menjadi saling membangun. Namun sesudah mereka berusaha keras memperbaiki hubungan yang rusak, dan tidak berhasil, ada baiknya untuk menemukan keluarga angkat. Menemukan orang-orang di luar keluarga, yang menerima dan mencintaimu, bukan hanya bisa mendatangkan pemulihan tetapi juga bisa benar-benar mengubah kehidupanmu.

DUA ASPEK PENGAMPUNAN

Ada dua aspek pengampunan yang diharapkan terwujud dalam rekonsiliasi:
  1. Pengampunan emosional. Ini berkembang saat perasaan buruk korban yang penuh kepahitan, kemarahan dan kebencian pelan-pelan berkembang menjadi berbela rasa (empati), simpati, berbelas kasih dan bahkan memperhatikan orang yang melukai.
  2. Pengampunan Perilaku. Ini mengalir keluar dari perasaan-perasaan serta keputusan internal (di dalam diri seseorang). Bahkan korban yang masih terluka karena dikhianati memilih melakukan tindakan penuh kebaikan dan kemurahan hati. Dia menawarkan maaf dan kasih saat masih ada kebencian.
Bagaimana dengan pelaku yang sama sekali tidak menyesal dan terus-menerus melukai korbannya? Meski Kitab suci meminta kita untuk mengampuni, tetapi kita juga diingatkan untuk menjalankan keterbukaan, keadilan dan keberanian untuk mengonfrontasi kejahatan. Kita perlu menyadarkan dan membukakan sifat-sifat anggota keluarga kita yang licik dan jahat.
Pengampunan yang meminimalkan hutang moral dan materi yang dilakukan oleh pelaku bisa mengundang tindak aniaya yang lebih parah. Pengampunan yang dipaksakan juga akan mendatangkan kesusahan yang lebih besar baik bagi pelaku maupun bagi korbannya.

RUMUS PENGAMPUNAN

Pada akhirnya ada 8 (delapan) poin penting agar pengampunan terjadi, selanjutnya bisa dibaca klink disini.

Julianto Simanjuntak
Sumber:
Beverly Hubble Tauke. Healing Your Family Tree, Tyndale House Publishers, Inc, 2004.
Julianto dan Roswitha. Mencinta Hingga Terluka, Gramedia, 2009.

Puaskanlah Masa Mudamu, Tapi...


Masa muda sungguh indah
Jiwa penuh cita-cita
Bagai api yang tak pernah padam
Membakar kalbu siang dan malam
Selagi kita muda belia
Sebelum umur menggerogoti raga
Nikmatilah dan bergembiralah
Buatlah hatimu bersuka
Kejar dan raihlah cita-cita
Bekerja dan berkarya
Jadikan hidupmu berharga
Dan merasa berguna
Akan tiba tahun-tahun tidak terduga
Engkau berkata, “Hidupku tidak bahagia”
Saat itu matamu tak lagi terang,
Sulit melihat sinar bulan dan bintang
Tangan dan kaki gemetaran
Tak lagi memberi perlindungan
Gigimu tak lengkap mengunyah makanan
Matamu kabur menyuramkan pandangan
Telingamu sudah samar-samar
Musik nan indah hampir tak terdengar
Bangun tidur merasa tak segar
Rambut mulai rontok dan beruban
Kakimu diseret waktu berjalan
Mungkin hasratpun menghilang
Bersiap menuju tempat perhentian
Dimana kerabat akan berkabung
Meratap di sepanjang jalan
Tubuh kembali menjadi debu
Nafas kehidupan kembali kepada Allah
RIP: Rest In Peace
Karna itu selagi muda dengar orangtuamu
Jangan abaikan nasihat gurumu
Itu seperti tongkat melindungimu
Dari serangan para musuhmu
Simpan itu di dalam hatimu
Buat tertancap kuat seperti paku
Ingatlah bersyukur di masa mudamu
Untuk semua kesenangan jiwamu
Jangan puas hanya karena sudah menuntut ilmu
Membaca banyak buku
Punya ini dan itu
Sebab semua itu tidak berguna
Bahkan hanya melelahkan jiwa
Jika kau tidak hidup bagi Dia
Dan mengabdi untuk sesama
Akhirnya, takutlah akan Dia
Taatilah segala perintah-Nya
Sebab untuk itulah kita dicipta
Kelak Dia mengadili kita
Maka disinilah aku sendiri sekarang
Menatap cakrawala dan menitipkan sebuah doa
Yang penuh harapan untuk hari esok
Hendaklah yang bertelinga mendengar

Julianto Simanjuntak
*) Terinspirasi dari tulisan Raja Salomo

Sumber : http://www.pedulikonseling.or.id

Bila Pasangan Anda Paranoid



Penulis ingin berbagi pengalaman menangani kasus Inge (samaran) yang mengeluhkan suaminya Dodi (samaran) curigaan terus. Dodi selalu menuduh Inge selingkuh. Bukan hanya dengan satu tetapi dengan beberapa orang. Namun satu orang yang paling dicurigai Dodi adalah atasan Istrinya.
Sampai suatu ketika Dodi melabrak atasan Inge di kantor. Dodi menuduh atasan inge Namun tanpa bukti. Tentu saja ini menghebohkan kantor dimana dia bekerja. Setiap ditanyakan buktinya apa, Dodi hanya berkata pada Inge “saya yakin kamu selingkuh”. Ketika ditanya lagi buktinya apa? Dodi berkata, “Saya bermimpi kamu selingkuh dengan atasanmu”. Tentu saja mimpi tidak bisa dijadikan bukti. Dodi juga menuduh Inge berduaan dengan pria lain di hotel. Namun apa buktinya, dia hanya berkata pernah mimpi.
Setiap Inge menerima telpon dari siapa saja, Dodi selalu memperhatikan dengan seksama. Usai telpon langsung menuduh Inge, “Kamu selingkuh lagi ya”. Tentu inge sedih, dan berkata itu dari kantor. Dodi yang sudah gelisah dengan pikirannya pergi minta hasil print-out bulanan dari Telkom. Disana dia menemukan beberapa kali (tidak sering) no telpon kantor istrinya. Lalu dia mengatakan bill telpon itu buktinya. Inge dituduh lagi selingkuh dengan temannya di kantor.
Pernah juga Dodi menuduh Inge jalan berdua di sebuah pinggiran kota dengan temannya. Namun ditanya dengan siapa, dia tidak bisa menjelaskan dan tidak ada bukti. Akhirnya dia menjawab dengan “Saya mimpi..”
Karena tekanan bertubi-tubi itu sang Istri minta ijin membawa Dodi berobat ke dokter dan menemui Konselor di Jakarta.

Konsultasi

Oleh kebaikan pimpinannya, Inge membawa suaminya psikiater ke Jakarta. Tentu dengan susah payah, sebab umumnya mereka tidak sadar akan gangguannya. Setelah menjumpai psikiater dan mendapat obat Inge lalu membawa Dodi ke pusat konseling kami. Setelah konsultasi itu saya merujuk Dodi ke Psikolog dan mengikuti dua macam psikotes untuk mencek kesehatan jiwanya. Kedua psikolog yang memeriksa Dodi menemukan ada gangguan kepribadian, emosi yang tidak matang dan trauma dalam hubungan dengan ibu kandung saat kecil. Mereka menganjurkan Dodi rutin menemui konselor.
Sudah beberapa bulan terakhir dia tidak bisa tidur karena punya pikiran aneh dan mengganggu. Hasil diagnosa dokter juga menemukan hal ini, itu sebabnya Dodi diberikan obat untuk mengatasi kegelisahan pikiran yang mengganggunya. setelah minum obat dari dokter dan percakapan konseling kedua, dia merasa lebih tenang dan nyaman. Rasa curiga berkurang, Meski sesekali muncul. Ketika saya bertanya Dodi mulai menjawab dengan ragu “Entah ya, mungkin…”

Penyebab

Dari hasil konseling Gangguan Dodi mungkin disebabkan minimnya hubungan emosi dengan ortu. Terutama dengan ibu yang melahirkannya. Saat balita diabaikan, mendapat perlakuan dibeda-bedakan atau bahkan kekerasan. Dalam Beberapa kasus lain disebabkan pengalaman traumatik di masa lalu yang membuat individu selalu was-was dan curigaan. Misalnya, Ayahnya dulu membohongi mereka. Mereka bertahun-tahun mereka curiga dengan sang Ayah punya WIL. Tetapi sang Ayah justru selalu marah jika ditanya, hingga suatu saat kasusnya terbongkar dan si Ayah mengaku.
Pengalaman ini bisa membuat individu merasa jangan sampai dibohongi. Juga selalu merasa firasatnya pasti selalu benar. Pengalaman itu sangat menyakitkan sehingga dia tidak mau terulang lagi. Gangguan kepribadian ini biasanya lahir dari struktur kepribadian yang tidak matang atau emosi yang tidak dewasa.

Penutup

Jika anda belum menikah sebaiknya ikuti tes kepribadian seperti MMPI atau tes pranikah lainnya. Jumpai konselor atau psikolog yang dapat membantu anda membicarakan masalah ini. Dengan alat tersebut diharapkan pengenalan Anda terhadap pasangan lebih baik. Jangan sampai sudah menikah baru tahu pasangan Anda punya gangguan jiwa tertentu.
Namun jika kadung sudah menikah, jangan kecil hati. Bawalah pasangan anda dan diri Anda sendiri rutin ke konselor atau psikolog. Jika gangguan curiganya sudah parah sebaiknya bawa ke psikiater, agar mendapat medikasi yang cukup dari dokter.

Julianto Simanjuntak

Sumber : http://www.pedulikonseling.or.id

Beda Psikiater, Psikolog dan Konselor


Mengapa sebagian dari masyarakat enggan mengunjungi psikiater dan Psikolog? Alasan yang paling umum adalah, masih tersisa stigma jika mengunjungi psikiater dsb. Seolah orang yang ke psikiater atau psikolog menderita gangguan jiwa berat.
Dalam pengalaman sehari-hari sebagai terapis, masih banyak klien yang belum paham beda Psikolog, Psikiater dan Konselor. Sebagai konselor tak jarang klien memanggil saya dokter. Padahal saya bukan dokter, tapi Konselor. Orang mengira psikiater hanya memberi obat padahal bukan. Mereka juga punya kemampuan memberikan terapi atau konsultasi.
Secara umum ketiganya sama-sama memberikan konsultasi atau bimbingan untuk masalah tertentu. Namun ada perbedaan mendasar dari ketiganya yang perlu kita pahami. Artikel ini akan mengulas fungsi dan perbedaan tugas dari ketiganya.


Psikiater

Seorang psikiater adalah dokter yang sudah mengambil spesialis kedokteran jiwa. Gelar mereka biasanya ditulis dr. Nama, SpKJ. Contoh, dokter Andri SpKj yang juga kompasianer, dibelakang namanya ada SpKj. Singkatan: Spesialis Kedokteran Jiwa.
Setelah lulus sarjana kedokteran (dokter Umum) seseorang yang hendak menjadi psikiater harus mengambil keahlian bidang psikiatri sekitar lima tahun. Baru layak menyandang gelar spesialisasi Psikiater.
Psikiater bertugas memberikan konsultasi seputar kesehatan jiwa. Sebab mereka dilengkapi dengan pelbagai kemampuan baik konseling dan psikoterapi. Mereka belajar keahlian ini (dihitung dari S1) selama sepuluh tahun, bahkan bisa lebih.
Disamping itu psikiater berhak memberikan (resep) obat kepada pasien atau klien. Psikolog dan konselor sama sekali tidak berhak mengeluarkan resep. Psikiater masing-masing juga melengkapi dengan keahlian khusus sesudah tamat dari spesialisasi, baik di dalam hingga ke luar negri. Sayangnya jumlah Psikiater di Indonesia masih minim alias kurang memadai, yakni hanya sekitar 600 Orang. Banyak daerah kabupaten yang belum memiliki psikiater.


Psikolog

Psikolog adalah gelar profesi yang diberikan kepada seseorang yang sudah lulus sarjana Psikologi. Biasanya setelah lulus S1 Psikologi perlu waktu satu setengah tahun hingga dua tahun menyelesaikan gelar profesi Psikolog.
Gelar mereka adalah Nama, M.Psi, Psikolog. Namun setelah tahun setelah tahun 1992, lulusan S1 yang studi selama 4-5 tahun ( Sarjana Psikologi) melanjutkan ke S2 Program profesi dan baru disebut dengan Psikolog. Lamanya sekitar 2 tahun.
Seorang psikolog ada yang bekerja atau praktek sebagai psikologi klinis di rumah sakit. Selain itu ada psikolog dengan spesialisasi psikologi industri dan organisasi dan psikologi pendidikan. Psikolog industri dan organisasi biasanya bekerja di bagian Human Resources and Development (HRD). Sedangkan Psikolog pendidikan berkecimpung di dunia pendidikan, seperti konselor di sekolah.
Psikolog biasanya menggunakan pendekatan sosial dari permasalahan kejiwaan.
Mereka mempelajari aspek sosial dari individu tersebut, seperti keluarga, norma masyarakat dan agama. Dalam menentukan diagnosa dan penyebab, mereka akan melakukan wawancara dengan klien dan keluarganya. Kalau psikiater memberikan obat atau medikasi medis, maka psikolog menggunakan pendekatan konseling intervensi, terapi tertentu hingga alat tes.
Untuk membantu diagnosa, psikolog terkadang menggunakan bantuan tes-tes psikologi. Fungsinya untuk membantu psikolog dalam menentukan diagnosa. Untuk menyembuhkan atau menghilangkan permasalahan kejiwaan, psikolog menggunakan terapi konseling dan intervensi. Jenis tes itu antara lain tes IQ, minat, bakat, karir, tes kepribadian, dll.


Konselor

Sekolah konselor ada dua. Di dunia pendidikan umum di kenal dengan jurusan BK, bimbingan Konseling. Sudah ada program sertifikasi BK dengan lembaga bernama ABKIN, Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia. Umumnya mereka bekerja sebagai konselor di sekolah, TK hingga SMU. Banyak sekolah yang baik menyediakan guru BK bagi siswanya.
Ada juga lulus sebagai konselor dari Sekolah Tinggi Teologi (STT) keagamaan (yang penulis tahu hanya di lingkungan Kristen). Jurusan ini dikenal dengan Konseling Pastoral. Di jurusan Master bidang konseling ini dipelajari teologi, psikologi dan ilmu konseling. Syarat mengambil jurusan tersebut harus sudah S1 umum atau S1 Teologi. Lamanya adalah sekitar 2-4 tahun.
Lulusan konselor pastoral ini biasa bekerja di lembaga keagamaan seperti gereja, konselor di sekolah atau yayasan konseling. Pendekatan konselingnya menggunakan pendekataan keagamaan. Psikolog atau psikiater biasanya lebih bersifat umum, meski ada juga yang memakai pendekatan integratif biopsikospiritual.
Di negara kita Sebagian orang masih belum merasa nyaman bertemu dengan psikiater atau Psikolog (karena stigma negatif tertentu). Karena itu mereka merasa lebih nyaman bertemu konselor. Selain konsultasi, Kadang mereka butuh didoakan atau dibacakan kitab suci. Selain itu biaya konseling di lembaga sosial ini jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan psikolog atau ke dokter (psikiater).


Kerja Sama dan Rujukan

Baik psikiater maupun psikolog memiliki hubungan yang erat dan saling bekerja sama. Karena masalah kejiwaan manusia tidak disebabkan oleh satu faktor saja tapi multi faktor yang saling mempengaruhi. Itu sebabnya mereka biasanya saling memerlukan agar permasalahan klien bisa diselesaikan secara menyeluruh.
Misalnya gangguan skizofrenia atau depresi merupakan keahlian psikiater karena keduanya penyebab utamanya adalah faktor biologis dan perlu penanganan biologis. Sedangkan permasalahan sosial seperti keluarga dibantu proses konseling oleh seorang Psikolog atau Konselor.
Jika Anda pergi ke Psikiater dia akan merujuk Anda ke psikolog atau konselor jika ia merasa Anda memerlukan bantuan terapi yang sifatnya jangka panjang. Sebab obat sering hanya untuk jangka waktu tertentu saja, tetapi konsultasi bisa lebih panjang.
Sebagai konselor kami bekerjasama dengan psikolog dan psikiater. Jika klien butuh psikotes, konselor merujuk klien ke seorang Psikolog. Termasuk konsultasi atau intervensi lanjutan dengan keahlian terapi khusus oleh Psikolog. Jika klien dianggap membutuh obat karena ada halusinasi, gangguan tidur dsb, biasanya direfer ke seorang Psikiater.
Sebab klien dengan kasus depresi berat tidak bisa dikonseling. Dia harus minum obat terlebih dahulu. Jika sudah tenang dan bisa berkomunikasi baik, baru bertemu dengan konselor atau Psikolog.


Penutup

Semoga tulisan ini membukakan wawasan kita tentang ketiga profesi yang sangat penting dalam kesehatan jiwa masyarakat. Perlu pula kami tekankan, Jumlah rakyat yang bermasalah dengan kesehatan jiwa di tanah air sangat besar yakni sekitar 28 juta jiwa, dan diantaranya 13 juta dengan gangguan depresi.
Di Kota besar malah angkanya 1 dari setiap 5 penduduk mengalami masalah kesehatan jiwa. Sayangnya jumlah ini tidak seimbang dengan ketersediaan jumlah psikiater, psikolog dan konselor. Nah, ini tantangan buat kaum muda memilih profesi yang lahannya sangat luas dan sangat dibutuhkan.
Semoga bermanfaat.

Julianto Simanjuntak

Sumber : http://www.pedulikonseling.or.id